sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Otsus, Tito ingatkan syarat rekrutmen PNS-TNI/Polri asli Papua

Pembangunan SDM Papua harus tetap memperhatikan kualitas.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 21 Apr 2021 07:03 WIB
Otsus, Tito ingatkan syarat rekrutmen PNS-TNI/Polri asli Papua

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua mengamanatkan afirmasi untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) asli Papua. UU 21/2021 diharapkan dapat menjawab persoalan SDM di Provinsi Papua.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta agar program-program yang bakal dilaksanakan bisa memberi afirmasi bagi percepatan pembangunan SDM asli Papua.”Keberpihakan itu harus ada, tetapi tetap dengan memperhatikan kualitas. Dengan kata lain, bukan karena dipaksakan, tetapi memang karena kualitasnya yang baik, seperti rekrutmen PNS, TNI/Polri,” ucapnya dalam sambutan Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Papua Tahun 2022, Selasa (20/4).

Ia pun mengingatkan, jangan sampai semua SDM asli Papua diarahkan untuk menjadi pegawai negeri. Sebab, potensi sumber daya alam Provinsi Papua begitu melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk bertahan hidup. Menurut Tito, masyarakat setempat dapat didorong untuk berwirausaha dan bahu membahu memanfaatkan sumber daya alam Papua.

Ia menganggap pendidikan vokasi sebagai upaya menunjang pengelolaan tersebut sangat dibutuhkan. Meski, beberapa tempat di Provinsi Papua telah ada perguruan tinggi. Namun, di daerah tertentu pendidikan vokasi belum tersedia. “Hal ini membuat jarak Indeks Pembangunan Manusia antardaerah terbilang jauh,” tutur Tito.

Ia menilai perlu dibangun perguruan tinggi atau setara politeknik untuk menunjang pendidikan vokasi di beberapa daerah. Tito mengaku sudah menyampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim agar dapat diberi dukungan.

Sebelumnya, akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen), Elvira Rumkabu, mengatakan, agenda pembangunan hingga saat ini tidak diletakkan dalam konteks keberadaan masyarakat adat dan rekam jejak konflik. Namun, menyederhanakan kompleksitas Papua, sehingga marginalisasi memperkuat perlawanan warga sipil, baik di dalam maupun luar negeri.

Di era Orde Baru (Orba), kata dia, pembangunan di Papua bersifat paternalistik dan pendekatan dari atas ke bawah (top-down), sehingga "menggilas" identitas warga Papua. Kebijakan ekstraktif tetap berlanjut pasca-Presiden ke-2 RI, Soeharto, tumbang. "Siapa pun presidennya, kekerasan tetap terjadi, menjadi warna yang tetap konsisten dalam objek-objek pembangunan, entah Orde Baru maupun sekarang,” ucapnya.

Menurut Elvira, agen pembangunan di Papua terdiri dari tiga aktor, yakni pemerintah, korporasi, dan institusi keamanan. “Operasi militer dan kekerasan di masa Orde Baru menimbulkan rasa trauma mendalam, kekerasan dalam ingatan turun-temurun. (Itu semua) belum diselesaikan, tetapi sekarang harus berhadapan dengan musuh lain, korporasi."

Sponsored

"Narasi soal Papua itu bukan hanya narasi merdeka, tetapi narasi survival, narasi yang menuntut keberlangsungan hidup mereka. Itu sangat mengerikan," tutur Elvira.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid