sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bubarkan massa pakai UU No.6/2018, LBH Jakarta: Harus ada penetapan status dulu

Polisi telah membubarkan puluhan ribu kerumunan massa di berbagai daerah selama penerapan social distancing.

Ayu mumpuni Akbar Ridwan
Ayu mumpuni | Akbar Ridwan Senin, 06 Apr 2020 20:39 WIB
Bubarkan massa pakai UU No.6/2018, LBH Jakarta: Harus ada penetapan status dulu

Polisi telah membubarkan puluhan ribu kerumunan massa di berbagai daerah selama penerapan social distancing.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputera mengungkapkan, dalam menindak kerumunan, Polri membagi menjadi tiga kelompok, yakni kerumunan yang menuruti perintah pembubaran, kerumunan yang dibubarkan tetapi menolak, dan kerumunan yang melakukan perlawanan. Pada kerumunan yang melakukan perlawanan, Polri akan menerapkan pidana.

"Pembubaran massa sudah dilakukan terhadap 10.873 kerumunan," kata Asep melalui konferensi pers online, Senin (6/4).

Perintah pembubaran diharapkan selalu diindahkan masyarakat. Pasalnya, Polri berprinsip menerapkan sanksi pidana sebagai jalan terakhir karena menerapkan proses humanis lebih dahulu.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menambahkan, pihaknya menangkap 20 orang yang melawan saat dibubarkan. Puluhan orang tersebut merupakan kerumunan yang ditindak Polres Jakarta Utara.

"Mereka diamankan dari tiga lokasi, yakni sebuah tempat fitnes di Koja, di sebuah hotel bilangan Tanjung Priok, dan di Jalan Kapuk Muara," ucap Yusri melalui keterangan resminya.

Yusri menyebut para pelaku dikenakan Pasal 93 Jo Pasal 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan Pasal 218 KUHP. Seluruh pelaku terancam hukuman penjara paling lama satu tahun dan atau denda Rp100 juta.

Menanggapi maraknya penindakan terhadap warga yang berkumpul, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Muhammad Rasyid Ridha Saragih, mengatakan seharus dalam menerapkan pasal pidana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, polisi harus menunggu ketetapan status dari Menteri Kesehatan.

Sponsored

"Ada kasus di Jakarta yang ditangkap karena nongkrong dengan Pasal 93 junto Pasal 9 ayat 1 (UU 6/2018). Padahal untuk menggunakan pasal itu harus ada penetapan status dulu," kata Rasyid kepada Alinea.id, Jakarta, Senin (6/4).

Status yang dimaksud adalah terkait karantina kesehatan, yang dalam hal ini ialah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Hal itu sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), PSBB ditetapkan oleh Menkes berdasarkan permohonan gubernur, bupati, atau wali kota.

Sementara saat ini, belum ada satupun wilayah di Indonesia yang sudah ditetapkan Menkes Terawan Agus Putranto dengan status PSBB. Sehingga, polisi belum bisa menggunakan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan.

"Kalau sudah ditetapkan baru polisi bisa melakukan proses penegakan hukum kalau memang ada yang melanggar. Tetapi sejauh belum ada penetapan (PSBB), misalnya di suatu wilayah dari Menteri Kesehatan, baru ketetapan dari pemerintah daerah, belum bisa polisi menegakan pidana terkait Kekarantinaan Kesehatan," jelas dia.

Untuk diketahui Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan berbunyi:

Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Sementara Pasal 9 ayat (1) berbunyi: Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

Kalaupun sudah ditetapkan PSBB, Rasyid meminta polisi berhati-hati menggunakan pasal tersebut. Sebab, Pasal 93 rumusan normanya karet. Hal itu karena tidak ada batasan yang jelas seseorang sudah mematuhi kekarantinaan kesehatan atau tidak.

"Apa indikasinya, misalnya seseorang sudah mematuhi? Kan enggak ada batasan yang jelas didelik perbuatannya. Artinya harus hati-hati pakai pasal itu," kata dia.

Berita Lainnya
×
tekid