sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Para pembicara diskusi soal Papua diganggu via telepon

Teror via telepon masuk ke nomor para pembicara saat diskusi soal Papua.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 05 Jun 2020 16:33 WIB
Para pembicara diskusi soal Papua diganggu via telepon

Teror telepon dari nomor misterius mengganggu jalannya diskusi virtual "Civil and Political Rights’ Violations in Papua and West Papua" pada Jumat (5/6).

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, teror telepon misterius tersebut mirip dengan kasus peretasan ponsel yang menimpa peneliti kebijakan publik Ravio Patra.

Teror via telepon itu masuk ke nomor para pembicara hingga terpaksa berpindah menggunakan laptop. “Handphone saya juga sama diganggu terus. Ditelpon nomor berbeda dari negara-negara bagian di Amerika Serikat. Ini mungkin Uli (Yuliana S Yabansabra dari Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Papua atau Elsham Papua) bisa ganti (dari telpon genggam ke laptop). Ini dari tadi enggak berhenti. Ini persis polanya seperti kasus Ravio (Patra),” ujar Usman dalam diskusi virtual itu.

Ketika Yuliana S. Yabansabra mengganti alat untuk teleconference, ternyata teror telepon juga menimpa pembicara berikutnya hingga diskusi tertunda beberapa menit.

“Saya juga kena. Halo. Saya juga ditelpon nomor yang berbeda. Mohon waktu sebentar untuk pindah ke laptop,” ujar Tigor G. Hutapea dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.

Lebih jauh Usman mengungkapkan, beberapa bulan terakhir banyak rekan-rekan aktivis kegiatan menyuarakan aspirasinya diganggu.

Gangguan dengan memanfaatkan teknologi ini juga menimpa kalangan dosen. Bahkan, gangguan pernah berupa menampilkan gambar-gambar bermuatan pornografi.

“Saya kira ini mencerminkan bahwa apa yang kita lakukan itu memang benar. Jadi, saya kira harus dipertahankan untuk melindungi HAM. Khususnya, bagi orang-orang Papua yang sudah lama mengalami pelanggaran HAM,” tutur Usman.

Sponsored

Ia mengingatkan, perjuangan di Tanah Papua bukan hanya penghapusan pelanggaran HAM, tetapi juga rasisme, termasuk ketimpangan hukum terkait putusan pengadilan para pelaku rasisme di Surabaya yang lebih ringan dibandingkan para aktivis Papua.

Ironisnya, kata dia, para aktivis Papua dihukum karena mempersoalkan tindakan kebencian rasisme di Surabaya itu.

“Negara seharusnya tidak boleh membiarkan aktivis atau orang papua diancam. Jadi, persoalan HAM di Papua berkali-kali diganggu dengan wacana-wacana tidak bermutu. Misalnya, kekakuan ideologis, NKRI harga mati. Ini jauh dari apa yang dibayangkan para pendiri bangsa,” pungkasnya.

Berita Lainnya
×
tekid