sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PBNU mau UU ITE tetap atur larangan ujaran kebencian dan hoaks

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung rencana merevisi UU ITE, tetapi regulasi tetap mengatur larangan ujaran kebencian dan hoaks.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 17 Feb 2021 18:46 WIB
PBNU mau UU ITE tetap atur larangan ujaran kebencian dan hoaks

Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) ingin revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tetap mengatur larangan ujaran kebencian hingga berita bohong (hoaks). Dalihnya, perbuatan tercela itu memiliki dampak serius.

Ketua PBNU, Robikin Emhas, mencontohkan dengan potensi "adu domba" antargolongan, antarkelompok masyarakat, antaretnis, hingga antaragama imbas beredarnya ujaran kebencian dan hoaks. Karenanya, ini harus tetap termaktub dalam UU ITE.

“Tidak berarti bahwa UU ITE tidak boleh memuat larangan-larangan mengenai hate speech, fake news, dan lain sebagainya,” ucapnya dalam keterangan video, Rabu (17/2).

Robikin mengakui, UU ITE tidak boleh mengungkung kemerdekaan berpendapat yang dijamin konstitusi. Namun, menurutnya, hal tersebut tak berarti membiarkan masyarakat mengalami keterperosotan kesatuan dan keutuhan bangsa melalui ujaran kebencian yang dilegalisasi.

"Jadi, hemat saya, review parlemen atas UU ITE tepat, usul pemerintah tepat, tetapi tidak boleh membiarkan kehidupan tanpa aturan,” tutur Staf Khusus Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, ini.

Baginya, rencana revisi UU ITE harus dikembalikan kepada semangat awal pembentukannya, melindungi masyarakat ketika bertransaksi secara elektronik, yang mulai lazim dilakukan.

"(Sekarang) banyak penipuan. Itulah yang penting untuk mendapatkan jaminan konsumen (agar) tidak dirugikan," tutup Robikin.

Koalisi Masyarakat Sipil sebelumnya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR mencabut semua pasal karet, seperti Pasal 27 ayat (1), yang kerap digunakan sebagai alat mengkriminalisasi ekspresi masyarakat. Pasal multitafsir dalam UU ITE berpotensi overkriminalisasi dan semestinya dihapus.

Sponsored

Koalisi sipil berpandangan, Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang memuat unsur "melanggar kesusilaan" harus dikembalikan pada tujuan awalnya sebagaimana diatur dalam Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP dan/atau UU Pornografi. Pangkalnya, kerap dipakai untuk diskriminasi berbasis gender dan menyerang kelompok yang semestinya dilindungi.

Selain itu, koalisi sipil juga menyoroti Pasal 27 ayat (3) UU ITE lantaran kerap digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi di ruang digital. Padahal, dalam penjelasannya, merujuk ke Pasal 301 dan Pasal 311 KUHP, tetapi acapkali diabaikan karena unsur penghinaan’ dalam pasal tersebut.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran kebencian berbasis SARA pun demikian. Koalisi sipil menilai, pelaksanaan aturan ini kerap menyimpang dari tujuan awal perumusannya.

Berdasarkan catatan ICJR, penghukuman dengan menggunakan Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE sepanjang 2016-Februari 2020 mencapai 96,8% (744 perkara). Sebanyak 88% (676 perkara) di antaranya berakhir di penjara.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid