sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bahas RUU Cipker di tengah pandemi lemahkan penanganan Covid-19

DPR dan pemerintah didesak fokus penanganan Covid-19.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Kamis, 09 Apr 2020 13:53 WIB
Bahas RUU Cipker di tengah pandemi lemahkan penanganan Covid-19

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mendesak DPR dan pemerintah untuk menunda pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di tengah wabah Covid-19. 

"Termasuk menunda RUU-RUU lainnya yang bermasalah seperti RUU Cipta Lapangan Kerja. Dengan banyaknya pembatasan di tengah pandemi saat ini akan menyulitkan masyarakat sipil, termasuk komunitas pers, ikut memberikan masukan secara maksimal dalam pembahasan RUU tersebut," kata ketua AJI, Abdul Manan via keterangan tertulis yang dirima di Jakarta, Kamis, (9/4).

Desakan berikutnya ditujukan kepada Presiden Joko Widodo agar tidak menerbitkan surat presiden baru yang dapat menjadi dasar kelanjutkan pembahasan RUU KUHP.

"Meminta pemerintah dan DPR fokus pada penanganan Covid-19, yang telah menelan korban jiwa dan berdampak besar pada perekonomian nasional," paparnya.

Dijelaskan Abdul Manan, membahas RUU yang bermasalah di tengah pandemi Covid-19 hanya akan membuat energi bangsa ini terpecah.

"Dan melemahkan penanganan yang dapat memicu dampak lebih luas di masyarakat," terangnya.

Selanjutnya, AJI dan IJTI membeberkan setidaknya 10 pasal dalam draft RUU KUHP yang bisa mengkriminalkan jurnalis dalam menjalankan fungsinya.

Kesepuluh pasal tersebut adalah: Pasal 219 tentang Penghinaan Terhadap Presiden atau Wakil presiden, Pasal 241 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah, Pasal 247 tentang Hasutan Melawan Penguasa.

Sponsored

Berikutnya adalah Pasal 262 tentang Penyiaran Berita Bohong, Pasal 263 tentang Berita Tidak Pasti, Pasal 281 tentang Penghinaan Terhadap Pengadilan, Pasal 305 tentang Penghinaan Terhadap Agama.

Ada pula Pasal 354 tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara, Pasal 440 tentang Pencemaran Nama Baik, dan Pasal 444 tentang pencemaran orang mati. Setelah mendapar protes luas, draft itu mengalami sedikit perubahan pada Pasal 281.

"Melihat draft RUU KUHP tersebut, DPR dan pemerintah tidak hanya mengabaikan masukan masyarakat sipil dengan mempertahankan pasal-pasal yang selama ini banyak dikritik. Keduanya juga menghidupkan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu," pungkas Abdul Manan.

Berita Lainnya
×
tekid