sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pembahasan RUU KUHP tertutup, Aliansi : Arogan, ingat protes September 2019

Aliansi pun meminta pembahasannya melibatkan banyak ahli dan pihak terkait lantaran sempat ditunda pengesahannya karena masalah subtansial.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 11 Mar 2021 07:29 WIB
Pembahasan RUU KUHP tertutup, Aliansi : Arogan, ingat protes September 2019

Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) meminta pembahasan rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP) tidak tergesa-gesa. Penggodokannya pun didorong melibatkan banyak pihak berkepentingan (multistakeholder) dan ahli-ahli dari sektor terkait, seperti pakar ekonomi dan bisnis, kesehatan masyarakat, hingga kriminologi.

"Harus diingat kembali, bahwa RKUHP ditunda pengesahannya karena masalah substansi, maka pembahasan selanjutnya harus membuka ruang untuk perubahan substansial RKUHP tidak hanya melibatkan ahli hukum pidana," ujar perwakilan aliansi sekaligus peneliti ICJR, Maidina Rahmawati, dalam keterangan tertulis, Kamis (11/3).

Selain itu, RKUHP harus dievaluasi secara komprehensif berbasis data sehingga tak hanya melakukan sosialisasi yang tidak demokratis. Pangkalnya, pemerintah tidak pernah mengungkapkan kepada publik tentang perkembangan drafnya sejak September 2019 hingga kini, sementara ada perkembangan terbaru dan catatan rapat pembahasan substansi selama 2020-2021.

"Pemerintah harus ingat protes masyarakat pada September 2019 lalu substansial bahkan harus ada nyawa yang hilang. Jangan negera mengabaikan hal ini dengan memaksakan pengesahan tanpa ada pembahasan yang bisa diakses dan dipertanggungjawabkan ke publik,” tutur Maidina.

Sponsored

Pemerintah tengah menyisir ulang 14 isu krusial dalam RKUHP, padahal menyisakan 24 isu krusial. Karenanya, beberapa masalah tidak dibahas, yaitu penyimpangan asas legalitas/kriminalisasi yang tidak jelas dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 597 RKUHP; pidana mati bertentangan dengan tujuan pemidanaan dalam Pasal 52, Pasal 67, Pasal 99, Pasal 100, dan Pasal 101 RKUHP; pengaturan makar dalam Pasal 167 RKUHP; serta tindak pidana penghinaan Pasal 439-448 RKUHP.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mendorong pihak-pihak yang tak puas hasil KUHP pasca-disahkan untuk menempuh legislative review atau judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Soal salah, nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review. Yang penting, ini formatnya yang sekarang sudah bagus. Soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (4/3).

Berita Lainnya
×
tekid