sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemkab Kudus wacanakan PKM dibanding PSBB

Saat dilaksanakan, akan diterapkan pembatasan jam malam.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Senin, 04 Mei 2020 19:42 WIB
Pemkab Kudus wacanakan PKM dibanding PSBB

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus, Jawa Tengah (Jateng), mewacanakan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) guna mencegah pennyebaran coronavirus anyar (Covid-19). Ini opsi karantina kesehatan di luar kebijakan pusat, pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Istilah PKM memang tidak diatur oleh pemerintah pusat karena yang diatur hanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB)," kata Juru bicara Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Kudus, Andini Aridewi, Senin (4/5).

PSBB tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020, menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Regulasi turunanannya, diatur Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 dan peraturan masing-masing daerah.

Sampai sekarang, PSBB telah diterapkan di empat provinsi dan 22 kabupaten/kota. Langkah ini dilaksanakan usai mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Meskipun demikian, klaim Andini, PKM bisa disebut semi-PSBB. Sebelum diberlakukan, pemkab bakal melakukan kajian dengan mempertimbangkan banyak hal.

Soal opsi PSBB, ungkap dia, sampai sekarang Pemkab Kudus belum mengusulkannya kepada Kemenkes. Alasannya, diplomatis seperti perlu pertimbangan tertentu.

Kala PKM diterapkan, akan dilakukan pembatasan jam malam di lokasi-lokasi tertentu. Tak sekadar alun-alun dan Kompleks Balai Jagong. "Melainkan ada tempat-tempat lain yang berpotensi diberlakukan aturan yang sama demi memutus mata rantai penularan Covid-19," jelasnya.

Telusur kontak

Sponsored

Di sisi lain, Andini menerangkan, Tim Covid-19 menemukan indikasi pasien terkonfirmasi terpapar SARS-CoV-2 tidak jujur karena ditemukan informasi berbeda dengan yang disampaikannya saat mendatangi fasilitas kesehatan (faskes) saat melakukan penelusuran kontak (contact tracing). Akibatnya, penyebaran kian meluas.

"Misalnya, riwayat perjalanan ke daerah terjangkit mereka menyatakan tidak pernah, tetapi ketika penelusuran, ternyata ada unsur seperti itu," bebernya. Kejadian tersebut, diklaim banyak dilakukan pasien.

Atas meningkatnya kasus positif Covid-19 di Kudus, dirinya berharap, masyarakat memberikan informasi yang benar kepada petugas kesehatan.

Bagi masyarakat yang mengetahui adanya orang tanpa gejala (OTG), pasien dalam pengawasan (PDP), atau terkonfirmasi positif tak dikucilkan. Pangkalnya, mendorong masyarakat tidak berterus terang saat memberikan informasi.

Hingga 4 Mei, kasus positif Covid-19 di Kudus mencapai 37 orang. Sebanyak 27 masih menjalani perawatan serta masing-masing lima orang sembuh dan meninggal dunia. (Ant)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid