sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penanganan anak pelaku unjuk rasa mesti berprinsip perlindungan anak

Penanganan anak yang terlibat unjuk rasa tidak menimbulkan masalah baru.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Kamis, 03 Okt 2019 20:42 WIB
Penanganan anak pelaku unjuk rasa mesti berprinsip perlindungan anak

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengharapkan penanganan kasus anak yang terlibat aksi unjuk rasa pada 24 September dan 30 September, menghormati hak dasar anak. Untuk memberikan keadilan dalam penanganannya, Tim Terpadu Perlindungan Anak telah dibentuk Rabu (2/10).

Ditemui di kantor KPAI, Jakarta, Kamis (3/10), Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryati Solihah, mengharapkan penanganan anak yang terlibat unjuk rasa tidak menimbulkan masalah baru.

“Tidak boleh menutup mata untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak yang terlibat unjuk rasa,” tutur Ai.

Dalam temuan KPAI, sejumlah ancaman muncul terhadap anak yang terlibat dalam unjuk rasa. Seperti disebutkan pula dalam rilis KPAI, Kamis (3/10), masyarakat baik secara perorangan maupun organisasi telah menyampaikan pengaduan resmi ke KPAI terkait banyaknya pelajar peserta aksi di sejumlah daerah yang terancam kehilangan hak atas pendidikan. Anak pelaku unjuk rasa juga diancam tidak dapat lulus dari sekolah dan tidak dapat menikmati Kartu Jakarta Pintar.

Lembaga Bantuan Hukum dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, misalnya, menekankan adanya ancaman terhadap pelajar yang dimasukkan dalam sistem pencatatan kepolisian dan tidak akan mendapatkan SKCK. Di Gowa, Sulawesi Selatan, misalnya, sejumlah pelajar berusia 16–17 tahun dimasukkan ke dalam Sistem Catatan Kepolisian dan tidak akan mendapatkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Hal ini membuat hak anak untuk melanjutkan pendidikan dan melamar pekerjaan terancam tak terpenuhi.

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti, menegaskan, anak-anak yang terlibat unjuk rasa sesungguhnya tak dapat disebut melakukan tindakan kriminal. Bahkan terhadap anak berhadapan hukum (ABH), negara dipandang wajib menjamin hak atas pendidikannya.

“Sekalipun mereka masuk dalam Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) sebagai pelaku pidana misalnya, maka sebagai anak hak atas pendidikannya tetap harus dipenuhi negara,” ujar Retno, ketika dihubungi Kamis (3/10).

Maka dari itu, Retno mengingatkan tindakan kepolisian mengintimidasi anak dapat berdampak buruk terhadap mental dan hak untuk tumbuh dan perkembangan anak. Merujuk Peraturan Kapolri No.18 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SKCK, yang dimaksud permohonan yang tidak dapat diterbitkan atau dicabut SKCK-nya adalah pemohon yang pernah melakukan dan/ atau sedang tersangkut tindak pidana.

Sponsored

“Tindakan itu sangat keliru. Menurut UU Perlindungan Anak, kepolisian justru berkewajiban untuk membantu, memfasilitasi anak (para siswa) dalam menyampaikan pendapatnya,” kata Retno.

Koordinasi dalam Tim Terpadu

Menindaklanjuti hal itu, Ai menjelaskan KPAI akan berkoordinasi melalui Tim Terpadu Perlindungan Anak yang dibentuk pada Rabu (2/10). Tim ini terdiri dari Kementerian/Lembaga terkait, yaitu KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Agama, Kemenko-Polhukam, dan Polri.

Tim Terpadu Perlindungan Anak dikoordinatori oleh Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA. Anhar, koordinator Tim Terpadu Perlindungan Anak, menguraikan, tim ini akan menjalankan tiga fungsi. Pertama, sinkronisasi data antarlembaga terkait penanganan, pencegahan, dan jumlah anak korban aksi unjuk rasa. Kedua, penanganan secara kuratif atau pemulihan bagi anak pelaku unjuk rasa. Di samping itu, dalam jangka panjang, tim ini melaksanakan fungsi pencegahan keterlibatan anak dalam situasi bahaya saat unjuk rasa.

Anhar sepakat mengedepankan prinsip perlindungan anak dalam penyelesaian masalah tersebut.

“Lewat tim ini, kami perlu melakukan pendataan anak, lalu menindaklanjuti aktivitas pencegahan sesuai prinsip perlindungan anak agar tidak menimbulkan masalah baru,” ujarnya di kantor KPAI, Rabu (2/10).

Sebelumnya, lembaga Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNICEF menyerukan perlindungan bagi anak yang terlibat unjuk rasa di Indonesia. UNICEF meminta agar seluruh pihak menjunjung tinggi hak anak-anak untuk mengekspresikan diri di lingkungan yang aman, serta bebas dari kekerasan dan intimidasi.

Terkait hal itu, Tim Terpadu berencana menggalakkan aktivitas dalam Forum Anak Nasional di setiap daerah. Program Kementerian PPPA tersebut dijalankan melalui peran pemda di setiap daerah, seperti mengaktifkan taman-taman kota dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak sebagai ruang anak berdiskusi dan berkreasi.

“KPAI merasa punya kawan atas dukungan UNICEF itu. Kami menjamin agar aspirasi anak bisa didengar, disampaikan, dan bisa diikuti sesuai kebijakan pembangunan. Demonstrasi bukan tempat terbaik bagi anak untuk menyuarakan aspirasi,” ujar Ai.

Berita Lainnya
×
tekid