sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Peneliti ITB perbarui prediksi puncak pandemi Covid-19

Lantaran jumlah kasusnya melonjak signifikan. Berbeda dengan premis awal.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Rabu, 18 Mar 2020 19:09 WIB
Peneliti ITB perbarui prediksi puncak pandemi Covid-19

Para pakar Institut Teknologi Bandung (ITB) awalnya memprediksi, puncak pandemi coronavirus baru (Covid-19) di Indonesia terjadi pada akhir Maret 2020. Sedangkan masa pemungkasnya medio April.

Pun memperkirakan terdapat kurang dari 8.000 kasus di Indonesia. Sedangkan kasus baru yang ditemukan dalam sehari sekitar 600 kasus.

Perkiraan tersebut, terdapat dalam penelitian berjudul "Data dan Simulasi Covid-19 Dipandang dari Pendekatan Model Matematika". Riset menggunakan pengembangan model logistik Richard’s Curve yang diperkenalkan FJ Richards.

Premis prediksi merujuk data awal kemunculan Covid-19 di Indonesia, 2-14 Maret, sebesar 96 kasus. Juga membandingkan dengan kasus di China, Italia, Amerika Serikat, Iran, dan Korea Selatan.

Dari kelima negara tersebut, Korsel yang dijadikan rujukan. Lantaran kasus awalnya dianggap mirip dengan Indonesia. Ini diputuskan tim peneliti yang terdiri dari Nunung Nuraini, Kamal Khairudin, dan Mochamad Apri.

"Korea Selatan itu bagus untuk data awal. Karena masih landai (kasus COVID-19)," kata Tim Peneliti Matematika Epidemiologi Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (PPMS) ITB, Nuning Nuraini, kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (18/3).

Data Berubah
Meski begitu, dirinya menyatakan, prediksi tersebut sudah berubah. Sebab, data Indonesia bergeser seiring melonjaknya kasus secara signifikan.

Hingga Selasa (17/3), tercatat 172 kasus dengan sembilan sembuh dan tujuh meninggal dunia. Hari ini (18/3), menjadi 227 orang dengan 19 meninggal dan 11 sembuh.

Sponsored

Berkaca dari data teranyar, Nuning menilai, prediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia menjadi medio April. Baru bakal menurun pada Mei.

"Karena itu tadi. Kita, kan, hanya menangkap tren data. Ketika tren datanya makin tinggi dan cepat, tentu saja modelnya bisa geser. Makin kanan dan naik. Kurang-lebih begitu," tuturnya.

Lonjakan drastis turut mengubah perkiraan maksimal jumlah kasus. Bisa mencapai 8.000 kasus lebih. Perkiraan temuan baru harian juga naik. Diramalkan mampu menembus 600 lebih per hari.

"Karena ada tren yang tiba-tiba melonjak. Jadi, ada yang beberapa kali lipat. Nah, itu memengaruhi bagaimana model berperilaku untuk menangkap kasus tertingginya. Kasus hariannya kira-kira seberapa," paparnya.

"Jadi, kembali lagi. Saya baca data. Dengan asumsi bahwa data ini ter-record dengan baik. Kita percaya, bahwa datanya baik. Nah, seperti itu kejadiannya. Padahal, kita tahu, bahwa kenyataan itu pasti lebih besar daripada yang terlapor," urai dia.

Kendati begitu, Nuning mengingatkan, prediksi ini belum tentu sesuai perkiraan. Apalagi, yang terjadi sekarang adalah fenomena yang pergerakannya harian. Sehingga, cenderung mengikuti perubahan data riil.

"Begitu update datanya berubah, bisa jadi kecenderungannya akan berubah. Puncak (kasus) pasti berubah. Harapannya, bisa bergeser ke kanan dan lebih rendah (kasusnya)," ucapnya.

Cegah Infeksi
Dirinya pun mengajak masyarakat mengurangi kontak langsung dengan orang lain atau membatasi interaksi sosial (social distancing). Guna meminimalisasi penyebaran virus asal China itu.

"Karena (Covid-19) langsung menularnya ke antarmanusia dan kita tidak bisa me-record setiap orang ketemu siapa dan bagaimana. Jadi, satu-satunya kampanye: Disiplin pribadi dalam hal menjaga jarak sosial serta kebersihan diri dan keluarga," ujarnya menyarankan.

Nuning lantas mengajak masyarakat bertahan di rumah. Bukan bepergian keluar dan berkerumun. Lantaran risiko terpapar lebih besar.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid