sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penerapan aturan sistem zonasi belum maksimal

Aturan berupa Keppres diharapkan bisa memayungi kerja sama antarlembaga dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 01 Jul 2019 17:47 WIB
Penerapan aturan sistem zonasi belum maksimal

Lemahnya penerapan aturan sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 disebabkan kurangnya sosialisasi di tingkatan pemerintah daerah dan panitia PPDB sekolah. Perubahan kebijakan PPDB perlu dilakukan dengan menerapkan aturan yang mencakup penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi.

“Selama ini yang berlaku bertahun-tahun itu pakai aturan hasil nilai ujian akhir. Itu hanya syarat lulus, lalu mengapa jadi syarat naik ke jenjang berikutnya? Di sini ada kesalahan menerjemahkan,” kata Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang, di Jakarta dalam forum Merdeka Barat “Di Balik Kebijakan Zonasi”, Senin (1/7).

Sejak berlaku pada 2017, PPDB telah mengalami perkembangan dalam aturan dan penerapannya. Kebijakan dalam PPDB diatur menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 yang menentukan tiga jalur penerimaan, yaitu jalur zonasi dengan kuota minimal 90%, prestasi dengan kuota 5%, dan perpindahan orang tua dengan kuota maksimal 5%.

Aturan jalur zonasi menentukan calon peserta didik mendaftar di sekolah yang terdekat dari wilayah domisilinya, termasuk bagi peserta didik tidak mampu dan penyandang disabilitas di sekolah berlayanan inklusif.

Pengutamaan jalur zonasi dimaksudkan memberikan keadilan dan kesempatan merata bagi orang  tua untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya, juga memutus kesenjangan antara sekolah favorit dan yang tidak.

Ketentuan ini bertujuan jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia seperti diamanatkan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945.

“Selama ini tenaga kerja di Indonesia terbanyak dari lulusan SD dan SMP, diharapkan ke depan standar tenaga siap kerja ada di tingkatan pendidikan lebih tinggi,” ujarnya.

Namun menurut anggota Ombudsman RI Ahmad Suadi, ada sejumlah penyelewengan dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Antara lain, pemalsuan surat domisili dalam berkas calon siswa, penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu calon siswa dari keluarga mampu atau kaya, dan kebijakan rombongan belajar (rombel) dalam PPDB.

Sponsored

“Sejumlah pemimpin daerah juga bertindak populis tapi menyalahi aturan, misalnya dengan bikin rombongan belajar (rombel) untuk pendaftaran,” kata Ahmad Suadi.

Mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017, pihak berwenang yang menjatuhkan sanksi pada gubernur atas penyelewengan penerapan peraturan di daerah adalah Kemendagri. Adapun Kemendikbud bertanggung jawab dalam hal pembinaan aparatur daerah.

“Karena data dipalsukan, ada keluhan dari anak (calon peserta didik) yang dekat dari sekolah enggak dapat masuk, sedangkan anak yang tinggalnya jauh dapat masuk. Ini harus dipastikan dan pemda semestinya mengecek,” katanya.

Perlu aturan hukum baru

Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga Kemendagri Hari Nurcahya Murni, menegaskan, pemerintah harus bertanggung jawab carut-marutnya pelaksanaan PPDB. Maka, menurutnya, perlu sinergi antarlembaga yang tak hanya menitikberatkan pada Kemendikbud.

“Peraturan presiden diperlukan sebagai upaya integrasi kerja antar kementerian dan antarlembaga,” kata Hari mengusulkan.

Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Saifuddin mendukung dirumuskannya peraturan presiden agar dapat memayungi koordinasi antarkementerian yang lebih baik dalam pelaksanaan PPDB. Usul ini diharapkan dapat diterapkan sebagai masukan bagi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru.

“Perlu ada sinkronisasi kerja, juga penting untuk masukan bagi Kemenristekdikti. Jangan sampai nanti penerimaan mahasiswa baru masih menggunakan lebih banyak jalur undangan dari lulusan sekolah SMA unggulan atau favorit,” tutur Hetifah.

Saat ini, permendikbud terkait PPDB sedang direvisi. Meskipun dipandang terlalu mepet dengan waktu pelaksanaan PPDB di beberapa provinsi atau daerah, Hetifah menekankan pentingnya sistem zonasi untuk menghapus stigma favoritisme dalam memilih sekolah.

“Bukan sekolah favorit yang dikasih insentif. Makin jelek dan buruk sekolah itu, harus kita berikan perhatian,” ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid