Penerbitan izin membawa senpi Bharada E dan Brigadir J langgar prosedur

Surat izin membawa senjata api (simsa) milik Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E yang diterbitkan Polri tidak sesuai prosedur. Pangkalnya, tanpa dilengkapi tes psikologi hingga surat dokter.

Ini akui pejabat berwenang yang juga Kepala Urusan Logistik Divisi Pelayanan Masyarakat (Yanma) Polri, Linggom Parasian Siahaan, dalam sidang pembunuhan Brigadir J atas terdakwa Bharada E, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal alias Bripka RR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (28/11).

"Setelah selesai saya buat, saya serahkan lagi ke Pak Kayanma. Lalu, diminta disimpan karena tidak ada tes psikologi, tidak ada pengantar satuan kerja, dan tidak ada surat keterangan dokter," katanya saat bersaksi.

Proses penerbitan simsa tersebut berlangsung pada 15 Desember 2021. Izin dikeluarkan kala Kepala Yanma (Pelayaan Markas) Polri dipimpin Kombes Hari Nugroho.

Beberapa hari kemudian, Linggom kembali diminta menghadap Hari. Saksi lantas diperintahkan mengeluarkan izin yang sebelumnya diminta untuk disimpan.

"Empat hari kemudian, saya ditelepon agar turunkan surat tersebut. Setelah saya serahkan, Pak Kayanma [mengatakan], 'Barusan saya ditelepon Pak Kadiv Propam, Pak Sambo, agar segera tanda tangan,'" tutur Linggom.

Dalam pengajuan kepemilikan senjata api, ungkapnya, Bharada E bukan berlatar belakang sebagai anggota Brimob. Kepemilikan diajukan karena tugasnya sebagai ajudan (ADC) Sambo.

"Kalau tertulis di kertas itu, ADC Kadiv Propam," ucapnya.

"Saudara masih ingat senjata apa yang dipegang Eliezer dan Yosua dalam surat tersebut?" tanya hakim.

"Untuk Bharada Eliezer [jenis] Glock, untuk Brigadir Yosua [jenis] HS," ucap Linggom.