sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengacara minta KPK ikuti adat Papua untuk periksa Lukas Enembe

Dengan pengangkatan sebagai kepala suku besar, segala masalah yang berhubungan dengan Lukas Enembe harus diselesaikan dengan hukum adat.

Gempita Surya
Gempita Surya Senin, 10 Okt 2022 15:25 WIB
Pengacara minta KPK ikuti adat Papua untuk periksa Lukas Enembe

Tim kuasa hukum Gubernur Papua meminta KPK melakukan pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dengan memperhatikan adat dan kearifan lokal setempat. Aloysius Renwarin selaku kuasa hukum mengatakan, hal itu merupakan permintaan masyarakat setempat agar Lukas tetap diperiksa di Papua secara terbuka.

"Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua. Mereka menyatakan, pemeriksaan ketika Pak Lukas sembuh dilakukan di Jayapura. Dilakukan, disaksikan oleh masyarakat Papua di lapangan terbuka," kata Aloysius dalam keterangannya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/10).

Disampaikan Aloysius, Lukas Enembe telah ditetapkan dan dilantik sebagai Kepala Suku Besar Papua oleh Dewan Adat Papua (DAP) pada 8 Oktober 2022. Lukas disahkan sebagai kepala suku besar melalui sidang resmi yang dihadiri Ketua Dewan Adat Papua dari tujuh wilayah adat yakni wilayah adat Bomberay, Domberay, Mepago, Lapago, Saireri, Tabi, dan Animha.

Dengan pengangkatan sebagai kepala suku besar ini, ujar Aloysius, segala masalah yang berhubungan dengan Lukas Enembe harus diselesaikan dengan hukum adat. Selain itu, penyelesaian perkara dilakukan dan disaksikan oleh dewan adat serta masyarakat Papua.

"Semua sudah sepakat, bahwa Pak Lukas sebagai tokoh besar Papua dikukuhkan pada 8 Oktober kemarin. Berarti, semua urusan akan dialihkan kepada adat, yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di Tanah Papua," ujar dia.

Lebih lanjut, ujar Aloysius, budaya dan kearifan lokal di Papua juga mendasari penolakan atau pengunduran diri istri dan anak Lukas Enembe untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek Pemerintah Provinsi Papua.

Aloysius menyebut, berdasarkan keputusan keluarga besar dan masyarakat adat Papua, Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe dilarang untuk pergi ke Jakarta. Selain itu, mereka berdua yang dikatakan sebagai satu kesatuan, harus menemani Lukas Enembe yang sedang sakit serta tidak dapat meninggalkan tanah Papua.

Aloysius menilai, tim penyidik KPK harus memperhatikan hal-hal terkait kearifan lokal di Tanah Papua untuk memanggil Yulice dan Astract sebagai saksi ke Jakarta.

Sponsored

"Menurut budaya Papua, perempuan dan anak itu dilindungi. Apalagi diperiksa seorang bapaknya, itu dilindungi. Jadi tidak bisa sembarang nyelonong, sesuai dengan aturan yang ada. Masyarakat Papua mau selesaikan secara hukum adat Papua, karena Pak Lukas kepala suku besar," papar Aloysius.

Aloysius menegaskan agar pemeriksaan dilakukan secara terbuka di Papua, bukan secara tertutup di Jakarta. Ia juga meminta masyarakat tidak melihat sebelah mata soal hal-hal yang berkaitan dengan Papua. 

"Papua adalah bagian dari NKRI. Jadi periksalah di Papua, maka kita benar-benar NKRI. Jangan lihat (dengan) mata sebelah soal orang Papua," tukas dia.

KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus gratifikasi penyelewengan dana otonomi khusus (otsus) Papua. Dia pun telah dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan atau selama 7 September 2022-7 Maret 2023.

Kemudian, KPK menjadwalkan pemeriksaan Lukas sebagai saksi pada 12 September di Papua. Namun, gagal terlaksana dengan dalih sakit.

Pada 26 September, KPK menjadwalkan pemeriksaan kedua, di mana pemanggilan Lukas sebagai tersangka. Agenda tersebut kembali gagal dengan alasan sama.

Berita Lainnya
×
tekid