sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pimpinan KPK ikut ajukan judicial review UU KPK

Ada cacat prosedur dan formil terkait proses pengesahan UU KPK baru.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Rabu, 20 Nov 2019 18:39 WIB
Pimpinan KPK ikut ajukan judicial review UU KPK

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (20/11). Kedatangan mereka dalam rangka mengajukan judicial review UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. 

Sejumlah Pimpinan KPK tampak hadir seperti, Agus Rahardjo, Laode M Syarief dan Saut Situmorang. Mereka didampingi aktivisi hukum dari sejumlah lembaga, di antaranya dari ICW, YLBHI, dan PUSaKO.

"Kami datang ke sini sebagai pribadi dan sebagai warga negara. Bukan sebagai pegawai KPK," kata Agus di Gedung MK.

Mereka mengklaim didukung 39 pengacara dari Koalisi Masyarakat Sipil yang berkualitas. Sementara para pemohon berjumlah 13 tokoh pegiat antirasuah, termasuk mereka bertiga.

Adapun tokoh lainnya seperti eks Komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas, eks Wakil Ketua KPK Moch Jasin, istri mendiang Nurcholis Madjid (Cak Nur) Omi Komaria Madjid, eks Ketua Pansel KPK   Betti S Alisjahbana, dan dosen IPB Hariadi Kartodihardjo.

Selain itu, ada juga nama Dosen UI Mayling Oey, eks Ketua YLKI Suarhatini Hadad, pakar hukum Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar, pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Abdillah Toha, dan Ketua Dewan Yayasan KEHATI Ismid Hadad.

Lebih jauh, Agus menegaskan masih tetap berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perppu.

"Walaupun kami telah mengajukan permohonan, tetapi kami masih berharap Perppu," terangnya.

Sponsored

Lantas seperti apa sikap dua petinggi KPK lainnya, yakni Alexander Mawarta dan Basaria Panjaitan?Dikatakan Agus, keduanya memang tidak mencantumkan nama ke dalam daftar pemohon. Namun demikian, Agus mengaku sempat berdiskusi dengan keduanya, dan mereka mendukung gugatan tersebut.

"Namanya tidak tercantum, tetapi kami sudah mendiskusikan persoalan ini dan mereka mendukung," tegasnya.

Agus mengaku khawatir atas berlakunya UU KPK baru, lantaran berpotensi pada panennya kasus korupsi. itulah sebabnya kasus korupsi adalah musuh utama negara. Sebagai warga negara yang peduli, mereka tidak ingin hal itu terjadi.

"Menurut data BPS, masih 20 juta lebih penduduk kita yang miskin. Menurut peneliti, salah satunya disebabkan oleh mismanajemen dan korupsi," paparnya.

Berangkat dari itu, apabila pemberantasan korupsi tidak dikerjakan dengan baik dan lembaga-lembaga antikorupsi dilemahkan, ia khawatir banyak dampak negatif yang akan muncul.

Sementara Laode M Syarief menjelaskan alasan dirinya menjadi pemohon judicial review UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK ke MK. 

Menurut Laode, ada cacat prosedur dan formil terkait proses pengesahan UU KPK baru. Misalkan saja, dalam prosesnya UU tersebut tidak melibatkan konsultasi publik.

"Proses pembahasan menurut kami dilakukan secara terburu-buru," tegas Laode.

Kejanggalan juga tampak ketika KPK tidak mendapatkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari proses pengesahannya. Tidak ada naskah akademis dari UU KPK baru, serta tidak masuk dalam Prolegnas.

Padahal berdasarkan Pasal 43 ayat (3) UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kata Laode, terang disebutkan, setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berasal dari DPR, Presiden, dan DPD harus disertai naskah akademik.

"Coba lihat, apakah pernah membaca naskah akademik itu? Banyak hal lagi yang dilanggar dari segi formil," ujar Laode.

Secara materil terdapat pula pasal yang saling bertentangan. Sebagai contoh Pasal 69D dengan Pasal 70C.

Pasal 69D termaktub, sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU diubah.

Akan tetapi dalam Pasal 70C menyatakan, pada saat UU ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai, harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU.

"Selain itu ada masalah Dewan Pengawas dan salah pengetikan batas usia. Banyak sekali," ungkap dia.

Dari sisi material, Laode menyoroti tentang tugas Dewan Pengawas KPK yang muncul setelah disahkannya UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Menurut Laode, tugas Dewan Pengawas sudah seperti tugas para pimpinan KPK.

Berita Lainnya
×
tekid