sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PKS sebut Indonesia tidak berdaulat di bidang farmasi

Pernyataan ini merespons perjanjian pembelian bulk vaksin Covid-19 dengan Sinovac dalam angka fantastis.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 28 Agst 2020 20:17 WIB
PKS sebut Indonesia tidak berdaulat di bidang farmasi

Indonesia dianggap tidak berdaulat di bidang farmasi lantaran meneken perjanjian pembelian bulk vaccine melalui Preliminary Agreement of Purchase and Supply of Bulk Production of Covid -19 Vaccine dengan perusahaan asal China, Sinovac.

"Perjanjian ini menunjukan bahwa Indonesia tidak berdaulat dalam bidang farmasi," ujar Anggota Komisi I DPR, Sukamta, dalam keterangannya, Jumat (28/8).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyatakan demikian dua alasan. Pertama, alokasi dana yang besar diberikan perusahaan produsen vaksin karena melihat potensi bisnis yang menguntungkan dengan Indonesia, sehingga diprioritaskan. 

Indonesia diketahui membutuhkan sekitar 350 juta dosis vaksin Covid-19. Untuk itu, pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp25 triliun-Rp30 triliun.

Kedua, Indonesia sampai kini masih mengimpor 95% total kebutuhan industri dalam negeri. Menurutnya, impor dari China adalah yang terbesar, mencapai 60%.

"Presiden Jokowi dengan bangga menyatakan, bahwa Indonesia menjadi negara yang paling siap menyediakan vaksin Covid-19 setelah perjanjian bulk vaksin dengan perusahaan farmasi Sinovac, China. Namun, seharusnya di sisi lain bapak presiden sedih," tutur dia.

Sukamta juga menyoroti inkonsistensi antara kebijakan dengan pernyataan yang dikeluarkan pemerintah. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, misalnya.

"Ketika awal Covid-19 melanda, (Erick Thohir) mengakui, Indonesia 90% industri kesehatan dari impor. Kemudian menyatakan, ada mafia dan menyatakan akan melawan. Namun, kini Pak Menteri sepertinya 'menelan ludah sendiri' dengan memimpin impor bahan baku vaksin Covid-19," ucapnya.

Sponsored

Padahal, menurutnya, Indonesia dapat membuat bahan bulk vaksin dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) jika serius. Dengan begitu, pemerintah dapat memulai secara mandiri dalam mengembangkan bisnis vaksin.

"Sebagai Perusahaan farmasi milik negara, PT Bio Farma (Persero) dengan kapasitas produksi sebesar 3 miliar dosis terbesar di Asia Tenggara, bahkan 132 negara telah mengimpor vaksin dari Indonesia, ini potensi besar," ucapnya.

"Seharusnya pemerintah mengambil kebijakan jangka pendek dan panjang dalam upaya penyedian bahan baku farmasi berbasis bio teknologi dan herbal daripada impor bahan baku kimiawi," tutup Sukamta.

Berita Lainnya
×
tekid