sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PKS sindir Jokowi: Wacanakan hukuman mati, tapi koruptor diampuni

Jokowi dinilai tidak benar-benar berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.

Fadli Mubarok Marselinus Gual
Fadli Mubarok | Marselinus Gual Selasa, 10 Des 2019 16:24 WIB
PKS sindir Jokowi: Wacanakan hukuman mati, tapi koruptor diampuni

Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengkritik Presiden Joko Widodo dan para pendukungnya, yang membuka peluang pada penerapan hukuman mati bagi koruptor. Pernyataan presiden dinilai hanya retorika, mengingat tidak sejalan dengan kebijakan yang diterapkan.

Menurut Nasir, Jokowi tidak benar-benar berkomitmen dalam pemberantasan korupsi. Hal ini tampak dari keputusan Jokowi yang memberi ampunan terhadap terpidana korupsi Annas Maamun.

"Pesiden jangan hanya retorika saja. Jangan mengatakan terkait hukuman mati, tetapi (perlu) mengoreksi pemberian grasi terhadap terpidana korupsi dan lainnya," kata Nasir di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12).

Oleh para pembantu dan pendukungnya, pernyataan Jokowi ihwal hukuman mati kepada koruptor dianggap sebagai bukti keberpihakan terhadap pemberantasan korupsi. Di sisi lain, Presiden Jokowi justru mengurangi hukuman eks Gubernur Riau Annas Maamun selama satu tahun. Melalui Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 yang terbit 25 Oktober lalu, hukuman terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Riau itu disunat dari tujuh menjadi enam tahun.

Selain itu, Jokowi juga belum menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk menganulir UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU baru komisi antirasuah tersebut dinilai bertolak belakang dengan semangat antikorupsi, lantaran sejumlah pasal di dalamnya memangkas kewenangan KPK. 

"Kita harap Presiden bicara soal korupsi tetap konsisten," kata Nasir.

Anggota Komisi III DPR RI itu juga menilai Jokowi tak paham regulasi hukuman mati bagi koruptor. Hal ini disebabkan Jokowi mengatakan penerapan hukuman mati dapat dilakukan, jika rakyat berkehendak.

Nasir menjelaskan, hukuman mati pada pelaku korupsi sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun penerapannya harus diikuti syarat khusus, yaitu terjadi dalam keadaan krisis ekonomi atau bencana alam. 

Sponsored

Wakil Ketua DPR RI dari fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pernyataan Jokowi merupakan peringatan agar semua lembaga negara mengelola keuangan dengan baik. Pihak-pihak yang melenceng dan melakukan kejahatan kerah putih tersebut, bakal ditindak tanpa melihat latar belakangnya. 

"Warning yang keras itu merupakan suatu sinyal bahwa Pak Presiden tak akan pandang bulu dan akan tegas memberantas korupsi," kata Dasco di Gedung DPR.

Ia pun mengaku setuju hukuman mati diterapkan pada koruptor. 

Di tempat berbeda, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga sepakat dengan penerapan sanksi tersebut. Menurutnya, keberadaan regulasi hukuman mati pada pelaku korupsi, telah menunjukkan sikap pemerintah yang sepakat dan serius menginginkan sanksi berat pada koruptor. 

Mahfud menyalahkan jaksa dan hakim yang tak menggunakan Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001, untuk menerapkan hukuman tersebut. Dia menyebut, kedua penegak hukum tersebut yang justru menjadi pengganjal pemberian hukuman maksimal bagi pelaku korupsi. Kerap kali, kata dia, pelaku korupsi divonis dengan hukuman ringan, bahkan dibebaskan. 

"Makanya sudah masuk ke undang-undang berarti pemerintah setuju, pemerintah serius. Itu sudah ada di undang-undang. Tetapi kan itu urusan hakim, kadang kala hakimnya malah mutus bebas gitu. Kadang kala hukumannya ringan sekali, sudah ringan nanti dipotong lagi. Itu pengadilan, di luar urusan pemerintah," kata Mahfud.

Isu hukuman mati bagi koruptor muncul saat Presiden Jokowi menghadiri peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia yang digelar di SMKN 57 Ragunan, Jakarta Selatan, hari ini. Saat itu, Jokowi ditanya seorang siswa kelas XII jurusan Tata Boga SMK 57 Harli Hermansyah.

"Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa gak berani di negara maju, misalnya, dihukum mati, kenapa kita hanya penjara tidak ada hukuman tentang hukuman mati?" tanya Harli.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid