sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Plinplan kebijakan relaksasi transportasi di tengah pandemi

Setelah kembali bekerja usai pulih dari Covid-19, Menhub Budi Karya mengeluarkan kebijakan relaksasi transportasi.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Sabtu, 16 Mei 2020 06:02 WIB
Plinplan kebijakan relaksasi transportasi di tengah pandemi

M. Fajar Mahbub tengah duduk di ruang tunggu pemesanan tiket di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (13/5). Ia baru saja memesan tiket kereta api untuk perjalanan dinasnya ke Jember, Jawa Timur pada 15 Mei 2020.

Pria yang bekerja sebagai anggota tenaga ahli Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini akan bertolak ke Jember menggunakan kereta luar biasa (KLB).

Sebelum memesan tiket, Fajar mesti mengurus beberapa hal sebagai syarat perjalanan di tengah pandemi SARS-CoV-2 penyebab Coronavirus disease (Covid-19). Salah satunya mengurus surat keterangan bebas Covid-19. Fajar difasilitasi oleh lembaga kesehatan di DPR, yang sudah punya laboratorium untuk mengurus surat keterangan Covid-19.

“Biayanya sedikit lebih murah daripada diurus sendiri di luar,” kata Fajar saat ditemui reporter Alinea.id di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (13/5).

Meski begitu, Fajar mengkritik pemerintah terkait kebijakan beroperasinya kembali moda transportasi. Ia mengatakan, transportasi KLB terkesan rancu dan bertabrakan dengan peraturan larangan mudik, yang terlebih dahulu ditetapkan pemerintah.

“Menurut saya, kalau benar-benar mau serius menyelesaikan masalah pandemi ini, ya harus benar-benar diterapkan PSBB (pembatasan sosial berskala besar),” ucapnya.

“Enggak usah memberikan ruang untuk pergi ke mana-mana demi kebaikan bersama.”

Di tempat yang sama, seorang karyawan swasta di perusahaan teknologi dan informasi Noviyani Oktaviani mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp350.000 untuk mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19.

Sponsored

Surat itu ia butuhkan karena harus melakukan perjalanan menggunakan KLB ke Pekalongan, Jawa Tengah, setelah selesai berdinas di Jakarta.

“Cek kesehatan untuk Covid-19 itu harus dilakukan di rumah sakit, tidak bisa di puskesmas. Soalnya pengecekan kesehatannya khusus,” kata Noviyani.

Sejumlah petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta beserta petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) memberi salam pada rangkaian kereta api luar biasa relasi Gambir-Surabaya Pasar Turi lintas selatan yang berangkat di Stasiun Gambir, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Foto Antara/M Risyal Hidayat.

Persyaratan agar bisa lakukan perjalanan

Sejak 7 Mei 2020, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi membuka kembali operasional moda transportasi, baik darat, laut, dan udara. Dengan catatan, harus memakai protokol kesehatan.

Ketentuan ini adalah turunan dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Sebelumnya, pemerintah mengatur pelarangan transportasi untuk mudik di tengah pandemi. Kebijakan itu berlaku untuk kendaraan di wilayah yang sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan zona merah menyebaran virus.

Selain KLB, terkait penyediaan transportasi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyiapkan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dengan stiker khusus “angkutan AKAP terbatas dalam rangka percepatan penanganan Covid-19” dan QR code, penerbangan penumpang berdasar rute yang disepakati pada periode summer 2020 dan menyesuaikan jam operasional, serta kapal untuk mengangkut penumpang sesuai kriteria dan syarat dari Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Menurut juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati, pelonggaran moda transportasi bertujuan demi menjamin ketersediaan sumber daya utama bagi publik, seperti listrik, pangan, layanan sosial, dan kesehatan.

Adita menyebut, ada beberapa ketentuan yang sangat diperhatikan dalam kebijakan ini, seperti pengendalian jam operasional, frekuensi, dan pengurangan kapasitas jumlah penumpang sebesar 50%.

“Kami juga membangun sistem aturan, disertai dengan enforcement di lapangan. Namun tentu tak kalah penting, kesadaran dari masyarakat sendiri menahan diri untuk tidak bepergian,” kata Adita saat dihubungi, Rabu (13/5).

Dia mengungkapkan, pengecekan dan pengawasan bagi calon penumpang dilakukan dengan sangat ketat. Tujuannya, agar warga tak mengambil celah dari aturan itu, terutama memaksakan mudik.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pun sudah menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Petugas memeriksa dan mendata penumpang bus yang baru saja tiba di Terminal Giwangan, DI Yogyakarta, Selasa (13/5/2020). Foto Antara/Hendra Nurdiyansyah.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, surat edaran itu memperjelas kriteria pembatasan perjalanan orang di masa pandemi. Doni menegaskan, aturan Kemenhub tidak menganulir larangan mudik.

“Saya tegaskan sekali lagi, mudik dilarang. Titik,” ujar Doni dalam konferensi pers di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (6/5).

Dalam surat edaran disebutkan, ada tiga kriteria orang yang boleh melakukan perjalanan, yakni orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan beberapa pelayanan; pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal dunia; dan repatriasi pekerja migran, warga negara Indonesia (WNI), dan pelajar yang berada di luar negeri.

Salah satu syarat untuk bisa melakukan perjalanan adalah dengan menyerahkan hasil tes bebas Covid-19, berdasarkan polymerase chain reaction (PCR) atau rapid test.

Untuk bisa membeli tiket KLB yang akan beroperasi mulai 12 hingga 31 Mei 2020, Vice President Public Relations Kereta Api Indonesia Joni Martinus dalam keterangan tertulis mengatakan, calon penumpang harus melengkapi persyaratan.

Di samping surat keterangan bebas Covid-19, calon penumpang harus menyerahkan surat tugas dari perusahaan, identitas diri, dan dokumen pendukung lainnya sesuai peraturan.

“Penumpang yang akan berangkat namun tidak memenuhi persyaratan tersebut, dilarang naik kereta api,” kata Joni dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Minggu (10/5).

Petugas dari Satuan Tugas Terpadu Covid-19 Stasiun Gambir akan mengecek berkas persyaratan calon penumpang KLB di posko Satuan Tugas Terpadu Covid-19, setiap hari pukul 06.00 WIB-12.00 WIB.

“Pelayanan pemesanan tiket KLB juga hanya dilayani pada jam tersebut di loket pemesanan di Stasiun Gambir,” kata salah seorang petugas Satuan Tugas Terpadu Covid-19 Stasiun Gambir, Agus Widodo di Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu (13/5).

Setelah calon penumpang memenuhi segala persyaratan, kata Agus, petugas akan memberikan lembar surat rekomendasi izin berangkat.

“Berkas persyaratan itu hanya berlaku untuk satu kali keberangkatan. Misalnya dari Jakarta mau ke Surabaya. Kalau mau balik lagi ke Jakarta, mereka harus daftar dan dicek lagi berkas-berkasnya dari stasiun pemberangkatan di Surabaya,” tutur Agus.

Agus menyebutkan, mayoritas calon penumpang yang berkas persyaratannya ditolak karena tidak menyertakan surat keterangan bebas Covid-19. Selain itu, untuk tujuan perjalanan menjenguk kerabat atau orang tua yang sakit keras atau meninggal, kata dia, calon penumpang KLB harus menyertakan surat keterangan dari kerabat di daerah.

“Semua harus dicetak, tidak bisa dalam bentuk online. Kalau dikirim ke WhatsApp, gambarnya harus di-print dulu,” katanya.

Agus mengakui, ada beberapa orang yang terindikasi ingin memanfaatkan KLB untuk mudik. “Mereka masih ada yang mengira ini ada peluang untuk mudik. Dikira bisa sekadar menunjukkan KTP,” kata Agus.

Sementara itu, Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin mengatakan, sejak pelonggaran operasional penerbangan, 7-12 Mei, tercatat hanya ada 737 orang yang melakukan perjalanan udara dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

“Dengan jumlah 737 orang dalam lima hari itu berarti kecil sekali jumlahnya. Dibandingkan dalam kondisi normal, take-off landing kurang-lebih ada 1.200 orang penumpang per hari,” ucapnya saat konferensi pers virtual, Selasa (12/5).

Di sisi lain, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta Anas Ma’ruf mengingatkan penerapan protokol kesehatan dalam perjalanan penerbangan domestik. Ia mengatakan, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, maka perjalanan udara bisa dibatasi semaksimal mungkin.

Dengan begitu, kata dia, akan efektif mengurangi jumlah orang yang melakukan perjalanan. Hal itu juga mencakup upaya menghindari kemungkinan orang untuk mudik.

“Konsep kami adalah pembatasan perjalanan orang. Orang harus lengkap dulu surat keterangannya, termasuk surat keterangan bebas Covid-19 yang harus didapatkan dengan usaha keras,” ucap Anas saat dihubungi, Rabu (13/5).

Kebijakan tumpang-tindih dan membingungkan

Ratusan calon penumpang mengantre untuk mendapatkan pengesahan surat izin naik pesawat di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (14/5/2020). Foto Antara/Ahmad Rusdi.

Dihubungi terpisah, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, tak mengoperasikan armada bus yang tak mendapat izin dari Kemenhub.

Pihaknya mendukung pembukaan layanan operasional di terminal-terminal bus dengan menerapkan pengawasan atas kriteria dan syarat bagi calon penumpang.

“Kami mendukung pemerintah berupaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Dari segi ekonomi, kami semua usaha angkutan rugi besar sudah tiga bulan ini,” ucapnya saat dihubungi, Rabu (13/5).

Menurut Ketua bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tidak bertentangan dengan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020. Bahkan, Djoko memandang, dua aturan itu bisa saling memperkuat upaya pencegahan penularan Covid-19.

Akan tetapi, untuk menjamin pelaksanaan yang teratur dan komprehensif, Djoko mengusulkan membentuk Deputi Transportasi Satgas Percepatan Penanganan Covid-19.

“Adanya deputi transportasi tidak hanya urus masalah boleh tidaknya mudik. Persoalan transportasi makin bertambah, maka perlu penanganan secara komprehensif, melibatkan lintas kementerian dan lembaga,” kata Djoko saat dihubungi, Jumat (15/5).

Ia mencontohkan, transportasi sungai di Kalimantan Timur yang menurutnya belum tertangani dengan baik, sesuai protokol kesehatan karena keterbatasan sarana, sumber daya manusia, dan anggaran.

Terkait kondisi kepadatan antrean calon penumpang di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Kamis (14/5), ia memandang ada kelengahan pengawasan pengelola bandara.

“Koordinasi antara maskapai dan pengelola bandara lemah sekali,” ujar Djoko.

Seharusnya, kata dia, semua pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek punya pemikiran satu dan sinergis demi melakukan pengawasan ketat akses transportasi umum, yang memungkinkan terjadinya kerumunan orang.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan, kebijakan Kemenhub dan surat edaran dari Gugus Tugas menunjukkan visi dua institusi yang tak sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo.

Seharusnya, kata Trubus, peraturan di tingkat kementerian dan lembaga mendukung aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Dia menilai, terbitnya aturan Kemenhub lebih mencerminkan keinginan setiap pejabat publik menyenangkan kelompok tertentu.

“Meskipun terkesan mendukung usaha memutus rantai Covid-19, keberadaan Permenhub dan surat edaran itu malah menyulitkan para pemudik,” ucap Trubus saat dihubungi, Jumat (15/5).

“Publik jadi berpikir sepertinya mudik dibolehkan, tetapi persyaratan menjadi malah sangat menyusahkan.”

Akibat tidak sinkronnya kebijakan larangan mudik dengan pelonggaran moda transportasi, membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah menurun. Tumpang-tindihnya kebijakan, kata dia, berakar dari ego sektoral antarlembaga.

“Pencitraan di panggung politik ini juga disusupi kepentingan politis dan ekonomi dari pihak-pihak pebisnis yang dilibatkan,” ucapnya.

Infografik Kemenhub. Alinea.id/Oky Diaz.

Persyaratan surat keterangan bebas Covid-19 pun dipandang Trubus malah menimbulkan masalah baru, yakni rawan tindakan pungutan liar hingga jual-beli surat keterangan dan tes kesehatan Covid-19. Bahkan, kata dia, hal itu berpeluang memunculkan diskriminasi antara warga mampu dan kurang mampu.

"Aturan surat edaran itu ujung-ujungnya hanya jadi ajang untuk cari panggung para pejabat publik," katanya.

Trubus pun mengusulkan, Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 perlu direvisi dengan pokok peraturan yang lebih berkepentingan mendukung pemutusan rantai penularan Covid-19. Selain itu, dia menyoroti peran Sekretariat Kabinet (Setkab) yang harus jauh lebih ketat mengawasi kinerja para menteri dan pejabat pemerintahan.

“Setkab dan menteri-menteri koordinator itu seharusnya membina para menteri lain. Lalu DPR dan DPRD mengkritisi jajaran pemerintah, agar tidak menerapkan kebijakan yang membingungkan warga,” kata dia.

Berita Lainnya
×
tekid