sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Polri: Imtak merupakan pencegah perilaku menyimpang

Meningkatnya keimanan dan ketakwaan, orang akan memiliki ketahanan diri yang lebih untuk menyaring informasi yang didapatkan.

Valerie Dante Nanda Aria Putra
Valerie Dante | Nanda Aria Putra Sabtu, 03 Agst 2019 20:41 WIB
Polri: Imtak merupakan pencegah perilaku menyimpang

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menyebutkan, penanganan paling penting untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang seperti kekerasan seksual terhadap anak (child grooming) dan juga pelaku LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) adalah dengan peningkatan iman dan takwa.

“Keimanan dan ketakwaan itu yang harus ditingkatkan untuk menjaga LGBT dan child grooming tidak terjadi,” katanya di Jakarta, Sabtu (3/7).

Di tengah arus informasi yang sulit dibendung, sarana internet dengan berbagai platform menjadi ladang yang subur bagi seseorang untuk melancarkan aksi kekerasan.

Untuk itu, dengan meningkatnya keimanan dan ketakwaan, orang akan memiliki ketahanan diri yang lebih untuk menyaring informasi yang didapatkan. Peran keluarga, lanjutnya, menjadi sangat penting.

“Pilar utama bagaimana kita mencegah kasus ini adalah pengawasan dari keluarga. Bagaimana membentengi anak-anak kita terhindar sebagai pelaku atau korban dan penyakit LGBT ini dengan keimanan dan ketakwaan,” ujarnya.

Pasalnya, fasilitas penegakan hukum seperti penjara tidak cukup mampu memberi efek jera bagi pelaku. Malah, di sisi yang lain penjara justru menjadi tempat pencetak pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan LGBT. 

Over capacity dinilai menjadi salah satu penyebab. Ia mengatakan, untuk kapasitas lapas yang seharusnya hanya 1.000 tahanan kemudian diisi oleh 3.000 tahanan, sehingga menyebabkan sosialisasi dan pengawasan sulit dilakukan.

“Kami seringkali mendengar di tempat seperti itulah marak timbulnya kegiatan yang menyimpang secara seksual,” ucapnya.

Sponsored

Sementata itu, Psikolog Rumah Konseling Muhammad Iqbal mengatakan tindakan pelecehan seksual terhadap anak sangat mengerikan. Hal ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki gangguan kejiwaan.

Grooming sangat mengerikan. Pelakunya bisa online dan offline. Para pedofil ini punya masalah dengan kejiwaan,” katanya

LGBT bukanlah perilaku bawaan atau genetik, akan tetapi dipengaruhi lingkungan sekitar.

“Banyak pelaku yang datang ke saya dengan menangis dan ingin tobat setelah mereka terkena penyakit menular seksual,” ucapnya.

Senada dengan Asep, ia mengatakan faktor iman dan taqwa sangat penting untuk menghindari seseorang dari melakukan dan menjadi korban dari tindakan kekerasan seksual dan perilaku menyimpang.

“Faktor ketuhanan atau faktor agama itu penting untuk menjaga orang menahan diri untuk melakukan hal-hal yang menyimpang,” ujarnya.

Peran orang tua sebagai pendamping anak sangat dibutuhkan. Apalagi anak yang banyak menjadi korban adalah yang secara kepribadian introvert atau tertutup.

“Mereka tidak mendapatkan bimbingan dari orang tuanya secara baik, entah karena kesibukan atau apa, akhirnya melampiaskan di sosial media dan bertemu dengan orang asing,” ucapnya.

Anak dengan kondisi keluarga yang semacam ini kerap menjadi sasaran dari pelaku, karena mereka mudah dipengaruhi. Untuk itu, orang tua harus berperan proaktif dalam memberikan perlindungan yang baik bagi anaknya dan dapat menjadi teman bicara.

Jika anak terindikasi sebagai korban, pihak keluarga harus menjalin komunikasi yang positif jangan malah menghakimi apalagi menstigma mereka. Hal itu akan berdampak pada psikis korban, mereka malu, kepercayaan diri berkurang, trauma. Sehingga merasa dirinya sudah tidak ada harganya lagi, merasa dirinya sampah.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Siti Hikmawati, akibat depresi dan tidak memiliki sarana penyelesaian masalah yang baik akhirnya anak mengambil tindakan bunuh diri.

Ia mengatakan, pada mulanya anak akan merasa dirinya terabaikan, menganggap tidak ada lagi yang dapat membantunya keluar dari masalah yang dihadapi, bahkan ketika keluarga terdekat tidak hadir untuknya. Siti menyebut perasaan itu dengan istilah feel lonely.

Feel lonely terasa terabaikan akan meningkatkan angka bunuh diri yang sangat signifikan. Angka bunuh diri tertinggi terjadi pada anak kelas 11 SMA, sebesar 7,4% dan itu sangat mengagetkan kita sekali,” ucapnya.

 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid