sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Polri tangani 63 kasus penyebaran hoaks Covid-19, Politikus: Awas salah tangkap

Para tersangka langsung dilakukan penahanan dan dijerat Pasal 45 dan 45 A Undang-Undang ITE.

Ayu mumpuni Fadli Mubarok
Ayu mumpuni | Fadli Mubarok Selasa, 31 Mar 2020 17:14 WIB
Polri  tangani 63 kasus penyebaran hoaks Covid-19, Politikus: Awas salah tangkap

Kapolri Jenderal Idham Azis mengatakan, penyebaran berita hoaks sangat masif, di tengah informasi mengenai perkembangan pandemi Covid-19 di Tanah Air. Hal tersebut disampaikan Idham, saat memaparkan evaluasi kinerja dalam Rapat Kerja (Raker) Polri dengan Komisi III DPR secara virtual. 

"Cyber Bareskrim Polri menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan cyber yang memanfaatkan isu Covid-19," kata Idham, Selasa (31/3).

Ia juga mengaku, tengah menyelidiki informasi lainnya dan melakukan pemblokiran terhadap beberapa akun media sosial.

Sejak 2 Maret-27 Maret 2020, Polri telah melakukan penyelidikan terhadap 153 informasi. Kemudian, memblokir 38 akun, monitoring 59 akun, pelimpahan 31 akun dan penyelidikan lebih lanjut terhadap 25 akun di media sosial.

Ia mengingatkan agar masyarakat tidak mudah percaya dengan setiap informasi yang beredar. Sebagai iktikad keseriusan dan ketegasan Polri dalam hal ini. 

"Kemudian yang terakhir tentang hoaks dan online tipu-tipu. Saya sudah perintahkan secara khusus satu direktur cybercrime untuk mengambil dan menangkap," papar dia.

Berdasarkan catatan Polri, jumlah penyebaran berita bohong atau hoaks terkait Covid-19 semakin bertambah. Sejauh ini, Polri telah menangani 63 kasus penyebaran hoaks Covid-19.

"Sampai 31 Maret, penanganan kasus hoaks corona sudah mencapai 63 kasus di seluruh Polda Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono melalui konferensi pers online, Selasa (31/3).

Sponsored

Para tersangka langsung dilakukan penahanan dan dijerat Pasal 45 dan 45 A Undang-Undang ITE dengan ancaman pidana enam tahun penjara, Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap para tersangka, kebanyakan melakukan hal tersebut dengan alasan iseng.

"Para pelaku mengaku iseng, bercandaan, dan ada juga yang karena ketidakpuasan terhadap pemerintah," tutur Argo.

Masyarakat harus lebih cerdas memilah berita dan tidak langsung menyebarluaskan tanpa melakukan konfirmasi melalui pihak berwenang. Pasalnya, dapat membuat resah kondisi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

"Sehingga tidak menjadi pelaku penyebar hoaks yang dapat merugakan diri sendiri dan orang lain," ujarnya. Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Habiburokman, mengingatkan agar Polri berhati-hati dalam menjadikan orang sebagai tersangka atas dugaan kasus hoaks. Jangan sampai salah tangkap.

Polri harus pintar memilah mana kabar bohong atau kritikan masyarakat terhadap pemerintah. Dirinya mencontohkan kasus oknum pengacara di Bali.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, kasus tersebut hanya kritikan biasa. Di tengah ketakutan masyarakat atas pamdemi Covid-19 sekarang, harusnya pemerintah atau pun pejabat negara bisa lapang dada dalam melihat sebuah kritikan.

"Kalau yang dipersoalkan adalah kritikan dan ketidakpuasan masyarakat, saya pikir saat ini kita harus lebih melapangkan dada untuk mendengar kritikan," tegas Habiburokman.

Lebih jauh, ia berharap kepada Polri agar dapat tangkas juga mengantisipasi segala penipuan daring yang turut berkembang selain masalah hoaks. Misalnya penipuan penjualan masker, hand sanitizer, dan lain sebagainya.

"Nah ini banyak pihak yang ketipu, bahkan mereka yang ingin melakukan charity sekalipun. Ini tolong diantisipasi," sambung dia.

Berita Lainnya
×
tekid