sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Polri tangkap 8 pelaku perdagangan orang jaringan Timur Tengah

Para tersangka mengiming-imingi para korban dengan gaji besar di luar negeri.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Selasa, 09 Apr 2019 16:43 WIB
Polri tangkap 8 pelaku perdagangan orang jaringan Timur Tengah

Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Bareskrim Polri mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan Timur Tengah. Direktur Ditkrimum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan, ada total delapan orang yang diamankan dalam pengungkapan ini. 

Mereka merupakan para pelaku TPPO jaringan Maroko, Turki, Suriah, dan Arab Saudi. Delapan orang tersebut ditangkap berdasarkan empat laporan masyarakat yang diterima polisi.

Dari laporan pertama, polisi mengamankan dua orang tersangka atas nama Mutiara binti Muhammad Abas dan Farhan bin Abu Yaman. Mereka merupakan pelaku TPPO jaringan Indonesia-Maroko.

Menurut Herry, keduanya telah mengirimkan 500 pekerja migran secara ilegal. Jumlah tersebut terdiri dari 300 orang dikirim oleh Mutiara, sedangkan 200 orang lainnya oleh Farhan. 

"Korban berasal dari NTB, Sumbawa. Korban dibawa ke Lombok, kemudian Jakarta, lalu ke Batam, dari Batam ke Malaysia, baru ke Maroko. Di sana ada agen pemesan," kata Henry di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).

Untuk menjerat para korbannya, Mutiara dan Farhan menawarkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di Maroko. Para korban diiming-imingi gaji sekitar Rp3 juta hingga Rp5 juta.

"Kami mendapat info dari Kementerian Luar Negeri, keuntungan mereka Rp3 juta perorang. Jika di total dari 2016 hingga 2019, sekitar Rp900 juta," ucapnya.

Adapun dua tersangka yang terlibat dalam TPPO jaringan Turki adalah Erna Rahmawati dan Saleha. Keduanya telah mengirimkan 220 orang pekerja migran nonprosedural ke Turki. 

Sponsored

"Ini juga sama, kebanyakan korban dari Bima dan NTB. Jalur yang dipakai adalah Jakarta, Oman, kemudian Istanbul," kata Herry.

Erna dan Saleha menjanjikan pekerjaan dengan gaji Rp7 juta pada para korbannya. "Keuntungan yang didapat Rp8 juta per orang. Jika ditotal dari 2018 hingga 2019, hasil yang didapat Rp160 juta," ucapnya.

Pada jaringan Suriah, kepolisian meringkus seorang tersangka atas nama Abdul Halim. Ia telah memperdaya 300 orang korban yang mayoritasnya berasal dari daerah Tangerang, Banten.

"Jalur yang dipakai dalam jaringan ini Jakarta, Surabaya, Malaysia, Dubai, Turki, Suriah, dan Sudan," katanya.

Herry mengatakan, Abdul Halim mengiming-imingi para korban dengan gaji Rp5 juta. Polisi meyakini Abdul Halim tidak bekerja seorang diri. 

Penyidik masih memburu tiga orang lain yang diduga berperan sebagai penampung para korban di Surabaya, yaitu Hasan, Andi, dan Pras. Ketiganya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Herry menyebut, para tersangka mendapat keuntungan Rp3 juta dari tiap korban. Jika ditotal dari 2014, mereka telah meraup untung Rp900 juta. 

Herry mengatakan, seorang korban mengaku tidak mendapat gaji yang dijanjikan setelah melakukan pekerjaannya. Dia justru mendapat perlakuan kasar selama bekerja di Suriah.

"Korban dijanjikan Rp5 juta sebagai asisten rumah tangga. Namun setelah 3 bulan enggak mendapat gaji, yang ada dapat perlakuan kasar dan sempat diperkosa," katanya.

Terakhir, dalam jaringan Arab Saudi, kepolisian mengamankan tiga orang tersangka. Dua di antaranya merupakan warga negara asing.

"Faisal Hussei dan Abdalla Ibrahim warga negara Ethiopia, kemudian Neneng Susilawati," kata Henry.

Henry menjelaskan, kedua warga negara Ethiopia itu merupakan pengungsi yang diamankan karena kasus people smuggling (penyelundupan orang).

"Sehingga dia bebas untuk tidak dideportasi karena statusnya adalah pengungsi. Dia jadi agen TPPO. Dia menampung para korban di apartemen," katanya.

Jaringan ini telah memberangkatkan sekitar 200 orang pekerja migran ilegal ke Arab Saudi. Para tersangka mengantongi keuntungan Rp3 juta untuk tiap korban. Jika ditotal dari tahun 2017, jaringan ini telah mengantongi keuntungan senilai Rp600 juta.

Para tersangka akan dijerat dengan pasal berlapis yaitu Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Kemudian Pasal 81 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid