sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PPGI: Pemerintah berpihak pada importir garam Australia-China

Pemerintah tak serius bangun kedaulatan garam nasional, siapapun presidennya.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Senin, 22 Mar 2021 14:01 WIB
PPGI: Pemerintah berpihak pada importir garam Australia-China

Pemerintah Indonesia dinilai sejak lama tidak pernah serius menunjukkan keberpihakan kepada petambak garam di Indonesia yang telah berjasa memproduksi garam. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia juga dianggap tidak memiliki peta jalan yang komprehensif dan bersifat jangka panjang untuk membangun kedaulatan pergaraman.

“Impor garam yang terus berulang setiap tahun membuktikan Pemerintah Indonesia tak berpihak kepada petambak garam nasional. Sebaliknya, hal ini menunjukkan keberpihakan Pemerintah Indonesia ditujukan hanya untuk para importir besar garam dan negara asing seperti Australia, China dan India,” ujar Amin Abdullah, Dewan Presidium Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI), dalam keterangan tertulis, Senin (22/3).

Pada 2017, jelas Amin, Indonesia mengimpor garam dari Australia mencapai 2,29 juta ton. Kemudian 2018, impor garam dari Australia mengalami peningkatan menjadi 2,6 juta ton. Adapun 2020, impor garam dari Australia tercatat sebanyak 2,22 juta ton.

Sementara dari China, pada2019, garam diimpor sebanyak 568 ton. Pada 2020 impor garam dari China meningkat menjadi 1,32 ribu ton. Sementara itu, impor garam dari India tercatat sebanyak 719,55 ribu ton pada 2019, dan tercatat hanya 373,93 ribu ton pada 2020.

“Angka-angka impor itu akan semakin besar jika datanya kita tarik semakin jauh ke belakang. Poin utamanya, sejak lama pemerintah Indonesia siapapun presidennya tidak pernah serius membangun kedaulatan garam nasional,” bebernya.

Amin membantah klaim pemerintah yang menyebut produksi garam nasional tidak memadai untuk menjawab kebutuhan garam industri. Baginya, para petambak garam Indonesia telah mampu membuat garam berkualitas tinggi untuk kebutuhan industri. Bahkan pada saat musim hujan, mereka bisa memproduksi garam dengan jumlah ratusan ton.

“Seharusnya pemerintah membangun kekuatan petambak garam nasional supaya Indonesia berdaulat. Namun fakta menunjukkan sebaliknya, pemerintah Indonesia selalu mengambil jalan pintas daripada membangun kekuatan garam nasional dalam jangka panjang,” terangnya.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati mengaku tidak aneh dengan kebijakan impor garam tahun 2021 yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Sponsored

“PP ini tidak berpihak terhadap kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan petambak garam Indonesia. Sebaliknya PP tersebut semakin mempermudah impor komoditas perikanan dan pergaraman yang selama ini hanya menguntungkan segelintir orang yakni pengimpor,” ungkap Susan.

Impor garam ini, jelas Susan, semakin dipermudah dengan disahkannya UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pada pasal 37 ayat 1 UU Cipta Kerja, lanjut Susan, disebut bahwa Pemerintah Pusat mengendalikan impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman. Lalu, pasal ini dijabarkan dalam PP No. 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perikanan dan Kelautan dan  Perikanan pasal 289 yang menyebut tidak ada batasan waktu impor garam.

Menurutnya, UU Cipta Kerja dan PP 27 tahun 2021 tetap mengizinkan impor garam, meski di Indonesia sedang musim panen garam. "Dengan UU Cipta Kerja dan PP 27 tahun 2021 lengkap sudah nasib buruk petambak garam nasional sekaligus masa depan pergaraman Indonesia. Indonesia akan menjadi negara importir garam terbesar dan tergantung kepada negara lain,” pungkas Susan. 

Untuk diketahui, pemerintah melalui rapat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 25 Januari 2021 lalu memutuskan untuk melakukan impor garam sebanyak 3,07 ton. Angka impor garam ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebanyak 2,7 juta ton.

Berita Lainnya
×
tekid