sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PPKM darurat, PKS: Apa yang membedakan dengan PPKM mikro

Netty meminta, penjelasan pemerintah indikator-indikatornya dan hasil evaluasi dari kebijakan penanganan Covid-19 selama ini.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 01 Jul 2021 15:57 WIB
PPKM darurat, PKS: Apa yang membedakan dengan PPKM mikro

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani, mengkritisi pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang menjadi kebijakan baru penanganan Covid-19.

Menurut dia, apa perbedaan antara PPKM darurat dengan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang berjalan selama ini. Karena itu, Netty meminta, penjelasan pemerintah indikator-indikatornya dan hasil evaluasi penanganan Covid-19 yang telah dijalankan selama ini.

"Pemerintah harus menjelaskan bagaimana penerapan PPKM darurat di lapangan. Apa yang membedakan PPKM darurat dari kebijakan PPKM mikro dan PSBB? Indikatornya harus di-break down, jangan hanya ganti istilah yang membuat lelah publik," kata Netty dalam keterangannya, Kamis, (1/7).

Dalam draft kebijakan PPKM darurat yang beredar, di antaranya mengatur work from home (WFH) sesuai sektor, pembatasan mall, dan resto serta peniadaan kegiatan sekolah tatap muka, seni budaya, sosial kemasyarakatan, serta peribadatan.

Netty mengungkapkan, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah daerah (pemda) agar tidak terjadi kebingungan. Apalagi, kata dia, ujung tombak pelaksanaan PPKM darurat ada di pemda.

"Jangan sampai kebijakan jadi mandul dan tidak efektif karena kurangnya koordinasi pusat-daerah," ujar Ketua Tim Covid-19 FPKS ini.

Netty juga menilai, kebijakan PPKM darurat ini sebagai langkah lamban yang diambil pemerintah. Seharusnya, tarik rem darurat sudah dilakukan sejak awal, sebagai bentuk keseriusan pemerintah melakukan pengetatan mobilitas.

"Ini kan jadi seperti terlambat menyadari bahaya. Bukankah para epidemiolog dan asosiasi tenaga kesehatan sudah mengingatkan terjadinya ledakan kasus sejak lama, " tegasnya.

Sponsored

Per 30 Juni, tercatat ada penambahan sebanyak 21.807 kasus positif sehingga total menjadi 2.178.272 sejak pandemi merebak Maret 2020. Selain itu, total 58.491 korban telah meninggal dunia. 

Sedangkan, capaian vaksinasi kedua untuk tiga sasaran di Indonesia baru 33,37% atau 13.465.499 jiwa dari target 40.349.049 jiwa.

Menurut dia, tambahan kasus eksponensial ini membutuhkan strategi pengendalian pandemi (flattening the curve) yang terukur. "Pemerintah harus memastikan manajemen bencana yang terukur dan terevaluasi dari hulu sampai hilir," pintanya.

Berita Lainnya
×
tekid