sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PPKM dianggap tidak efektif tekan laju penularan Covid-19

Mobilitas warga masih tinggi dan kebijakan masih longgar saat PPKM.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 25 Jan 2021 17:35 WIB
PPKM dianggap tidak efektif tekan laju penularan Covid-19

LaporCovid-19 menerima 70 laporan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) selama dua pekan pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali. Aduan yang diterima jauh lebih banyak dibandingkan dua pekan sebelumnya, ketika kebijakan belum diterapkan.

"Bahkan selama masa liburan, laporan jauh lebih sedikit dari masa PPKM,” ujar relawan LaporCovid-19, Yemiko Happy, dalam telekonferensi, Senin (25/1).

Dari 70 laporan tersebut, sebanyak 37% berupa pelanggaran prokes di tempat publik. Selanjutnya, 33% pelanggaran prokes di perkantoran, 17% di lembaga pendidikan, 7% tempat makan, serta 6% tempat ibadah.

Pelanggaran prokes juga ihwal acara perkawinan. Dicontohkannya dengan resepsi pernikahan di Kota Malang yang tak terkontrol lantran banyak pengunjung melepas masker hingga ruangan padat tanpa jaga jarak.

Menurut Yemiko, PPKM tidak efektif menekan laju penularan Covid-19 lantaran mobilitas warga masih tinggi dan kebijakan masih longgar. Akses ke dan dari Jawa-Bali masih normal, misalnya.

Di sisi lain, pemerintah dianggap tidak menerapkan komunikasi risiko dengan baik. Dengan dalih tidak membuat panik warga, negara justru membuat abai. “Kita membuat waspada pun sudah cukup baik,” ucapnya menyarankan.

Selain itu, pemerintah cenderung reaktif dalam penindakan laporan warga. Ini membuat warga mempersepsikan pelanggaran prokes selama PPKM tidak masalah.

Jika pemerintah tidak proaktif dalam penindakan dan menunggu adanya laporan terlebih dahulu, maka pelanggaran akan terjadi berkelanjutan.

Sponsored

Ahli epidemiologi dan biostatistik Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, sebelumnya menyebut, kebijakan PPKM Jawa-Bali terlambat. Alasannya, motivasinya bukan pencegahan dan antisipasi, tetapi semua layanan kesehatan rumah sakit nyaris kolaps. 

Padahal sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), opsi karantina kesehatan ini harus atas inisiatif kepala daerah. Karenanya, pemerintah pusat, semestinya berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) untuk membatasi mobilitas penduduk.

Pandu juga menyoroti sistem surveilans kesehatan, yakni pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan perawatan (treatment) atau 3T. Baginya, langkah tersebut belum optimal, terutama pelacakan dan pengetesan.

Berita Lainnya
×
tekid