sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Presiden belum tentukan waktu bertemu KPK

Presiden Jokowi belum menentukan waktu bertemu dengan KPK, guna membicarakan wacana dimasukkannya tipikor ke RKUHP.

Purnama Ayu Rizky
Purnama Ayu Rizky Kamis, 21 Jun 2018 16:09 WIB
Presiden belum tentukan waktu bertemu KPK

Presiden Joko Widodo belum menentukan waktu untuk bertemu KPK, terkait masuknya tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Oh, ya nanti, akan kita atur. Kalau tidak minggu ini, minggu depan awal," ujar Jokowi di lokasi pembangunan landasan pacu bandara Soekarno Hatta,Tangerang, Banten, Kamis (21/6).

Pada 8 Juni lalu, Jokowi berjanji, usai Idulfitri akan menyiapkan waktu khusus bertemu KPk untuk membicarakan soal RKUHP.

Di sisi lain, KPK mengaku siap menjelaskan sikapnya terkait draf RKUHP yang tengah digodok Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"KPK mempersiapkan penjelasan yang lebih solid terkait RUU KUHP tersebut. Kami memandang, selain dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, RUU KUHP juga sangat berisiko bagi kerja KPK ke depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (20/6).

Febri berharap visi pemerintah melakukan kodifikasi perundangan-undangan di Indonesia, jangan sampai mengorbankan agenda pemberantasan korupsi. Sebab, imbuhnya, belajar dari banyak negara, kodifikasi itu sendiri bukan harga mati. Namun, bergantung pada kebijakan negara dalam penyusunan aturan hukum masing-masing.

KPK hingga kini menunggu waktu pertemuan yang dijanjikan Presiden tersebut.

"Semoga setelah Idulfitri ini, kita bisa lebih tenang dan jernih membaca masalah yang ada. Hati kita semua dibukakan untuk lebih serius dan sungguh-sungguh memberantas korupsi, tanpa kepura-puraaan, tanpa konflik kepentingan," tegas Febri, dilansir Antara.

Sebelumnya Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, DPR akan menyetujui pengesahan RUU KUHP pada 17 Agustus 2018 sebagai kado kemerdekaan Indonesia.

KPK mengatakan, setidaknya ada sepuluh alasan, mengapa RKUHP berisiko bagi KPK dan pemberantasan korupsi, yaitu (1) Kewenangan kelembagaaan KPK tidak ditegaskan dalam RKUHP, (2) KPK tidak dapat menangani aturan baru dari United Nations Convention againts Corruption (UNCAC) seperti penanganan korupsi sektor swasta, (3) RKUHP tidak mengatur pidana tambahan berupa uang pengganti.

Selanjutnya, (4) RKUHP mengatur pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif, (5) RKUHP mengatur pengurangan ancaman pidana sebesar 1/3 terhadap percobaan, pembantuan dan pemufakatan jahat tindak pidana korupsi, (6) Beberapa tindak pidana korupsi dari UU Pemberantasan Tipikor masuk menjadi Tindak Pidana Umum.

Kemudian, (7) UU Pemberantasan Tipikor menjadi lebih mudah direvisi, (8) Kodifikasi RKUHP tidak berhasil menyatukan ketentuan hukum pidana dalam satu kitab Undang-undang, (9) Terjadi penurunan ancaman pidana denda terhadap pelaku korupsi, (10) Tidak ada konsep dan parameter yang jelas dalam memasukkan hal-hal yang telah diatur undang-undang khusus ke dalam RKUHP.

Berita Lainnya
×
tekid