sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Profesor-guru besar minta Jokowi beri amnesti ke Saiful Mahdi

Saiful Mahdi, dosen Unsyiah dipenjara terkait kasus pencemaran nama baik.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Senin, 06 Sep 2021 20:15 WIB
Profesor-guru besar minta Jokowi beri amnesti ke Saiful Mahdi

Sejumlah profesor hingga guru besar dari berbagai universitas yang tergabung dalam Indonesian Regional Science Association (IRSA) menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memohon amnesti bagi rekan mereka, Saiful Mahdi, seorang dosen Universitas Syiah Banda Aceh yang dieksekusi ke penjara terkait kasus pencemaran nama baik.

Kasus ini dilaporkan oleh Dekan Teknik Unsyiah, Taufik dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Dengan surat ini, berdasarkan rasa kemanusiaan semata, kami mohon kemurahan hati Bapak untuk memberikan amnesti pada rekan kami, Dr. Saiful Mahdi," kata  President of Indonesian Regional Science Association (IRSA), Arief Anshory Yusuf  dalam surat terbuka yang diterima Alinea.id, Senin (6/9).

"Dan mempersilahkan pihak Universitas Syiah Kuala untuk menyelesaikan persoalan ini di dalam lingkup Universitas Syiah Kuala dan, jika diperlukan, dengan mediasi perwakilan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi," sambungnya.

Saiful Mahdi dieksekusi ke penjara setelah pengajuan kasasinya ditolak Mahkamah Agung pada tanggal 29 Juni 2021 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh. Ia divonis 3 bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider 1 bulan kurungan.

Saiful dijerat kasus UU ITE saat menulis pesan WhatsApp mengkritik proses penerimaan PNS untuk calon dosen baru di Unsyiah yang menurutnya tidak sesuai dengan prinsip meritokrasi. Kasus Saiful Mahdi ini telah ditulis di Majalah Tempo pada tanggal 10 Juli 2021.

Menurut Arief, pihaknya merasa terkejut saat mendengar kabar Saiful Mahdi menjalani eksekusi penjara terkait kasus tersebut. Padahal, kata dia, Saiful Mahdi merupakan seorang peneliti yang berdedikasi, termasuk kepada organisasi asosiasi IRSA.

"Dr. Saiful Mahdi juga peneliti yang tangguh dan berusaha memajukan Universitas Syiah Kuala, tempat di mana dia mengabdi. Kami yakin dalam kasus penulisan pesan WhatsApp tersebut, Dr. Saiful Mahdi bermaksud baik. Diskusi dan saling kritik di dalam lingkungan kampus, sekeras dan setajam apapun, seharusnya tetap berada di dalam lingkungan kampus," jelasnya.

Karenanya, lanjut Arief, tanpa membela apakah dalam kasus ini Saiful Mahdi benar atau salah, pihaknya menilai mengkriminalisasikan yang bersangkutan dengan menggunakan UU ITE dalam kasus penulisan pesan WhatsApp mengkritisi proses penerimaan PNS baru di Universitas Syiah Kuala adalah tidak tepat dan tidak bijaksana.

"Apapun perbedaan pendapat yang ada dalam hal penerimaan PNS baru, seharusnya dapat diselesaikan di dalam kampus Universitas Syiah Kuala dan, jika diperlukan, dengan mediasi perwakilan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi," tegasnya.

Sponsored

Ada 29 akademisi, dari profesor hinga guru besar yang turut mewakili Indonesian Regional Science Association (IRSA) tersebut, di antaranya Prof. Arief Anshory Yusuf dari Universitas Padjadjaran, D. S. Priyarsono yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Arianto Patunru Fellow di Australian National University, Dosen di Universitas Indonesia Muhammad Halley Yudhistira, Dosen di FEB Universitas Gadjah Mada  Muhammad Edhie Purnawan, dan Eny Sulistyaningrum Sekretaris Departemen IE di FEB Universitas Gadjah Mada.

Berita Lainnya
×
tekid