sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Protokol pendidikan dan kesehatan coronavirus: Masih normatif, banyak lubang

Masih terdapat ketimpangan fasilitas antara sekolah negeri dan swasta. Di sisi kesehatan, ada rumah sakit yang tak punya sarana.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Minggu, 15 Mar 2020 15:14 WIB
Protokol pendidikan dan kesehatan coronavirus: Masih normatif, banyak lubang

Setiap enam bulan sekali, sudah menjadi kegiatan rutin Puskesmas Kelurahan Palmerah II untuk memberikan penyuluhan kesehatan di SDN Palmerah 15, Jakarta Barat. Namun, kali ini ada yang berbeda. Petugas puskesmas menyosialisasikan upaya kewaspadaan terhadap coronavirus jenis baru atau Covid-19.

Wakil Kepala Sekolah SDN Palmerah 15, Ferina Asih Kurniasari mengatakan, sosialisasi pihak puskesmas yang bersifat langkah-langkah pencegahan, disambut pihaknya melalui ajakan kepada orang tua murid untuk membimbing anak-anak mereka.

Menurut Ferina, sejak coronavirus merebak, SDN Palmerah 15 menambah sabun cair pencuci tangan yang dipasang di dinding depan ruang-ruang kelas. Sarana itu melengkapi wadah cuci tangan, yang sebelumnya sudah tersedia.

“Kami berharap ada bantuan dari pemerintah untuk sabun dan hand sanitizer. Karena kan sabun cuci tangan ini dalam dua hari saja sudah habis,” ucapnya saat ditemui reporter Alinea.id di SDN Palmerah 15, Jakarta Barat, Kamis (12/3).

Hal serupa juga dilakukan SMAN 78, Palmerah, Jakarta Barat. Menurut Wakil Kepala Sekolah SMAN 78 Jakarta, Harry Candra, pihaknya menambah stok sabun cair pencuci tangan.

“Sabun cair memang sudah biasa diterapkan. Kami tinggal menambahkan stoknya,” kata Harry saat ditemui di SMAN 78 Jakarta, Sabtu (14/3).

Beda sekolah swasta dan negeri

Pada Jumat (6/3) pemerintah merilis empat protokol pencegahan dan penanganan coronavirus, yakni protokol pendidikan, kesehatan, transportasi dan area publik, dan komunikasi publik. Satu protokol lagi, yakni protokol perbatasan, dirilis kemudian.

Sponsored

Mengacu ketentuan di dalam protokol pendidikan, dinas pendidikan diimbau mengarahkan setiap institusi pendidikan menerapkan kebijakan untuk mencegah penularan coronavirus. Salah satunya adalah menyediakan sarana untuk cuci tangan dan cairan pencuci tangan berbasis alkohol.

Pihak sekolah juga diwajibkan membersihkan ruangan dan lingkungan secara rutin dengan disinfektan. Selain itu, protokol tersebut juga menolerir ketidakhadiran siswa dalam jumlah besar karena sakit yang berkaitan dengan pernapasan.

Menurut Ferina, terkait dengan ketentuan dalam protokol yang dikeluarkan pemerintah, SDN Palmerah 15 menerapkan dengan sejumlah penyesuaian. Ferina menganjurkan guru-guru di sekolah itu untuk memantau kondisi kesehatan murid.

“Kalau ada anak yang badannya panas, langsung kita minta pulang,” kata dia.

Salah satu poin dalam protokol juga menginstruksikan warga sekolah untuk menghindari kontak fisik langsung, seperti bersalaman. Akan tetapi, SDN Palmerah 15 masih memperbolehkan bersalaman.

“Anak SD itu kan masih terbiasa bersalaman, susah kalau tidak bersentuhan. Kami belum sejauh itu sampai tidak boleh bersalaman,” ujar Ferina.

Berbeda dengan sekolah negeri, institusi pendidikan swasta menjalankan upaya preventif yang lebih aktif.

Murid memberikan salam kepada guru dengan membungkuk dan melipat tangan sebelum memasuki kelas di SDK Santa Maria, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (9/3/2020). Foto Antara/Budi Candra Setya.

Misalnya, SMP Labschool Cibubur di Bekasi, Jawa Barat. Di sini, pihak sekolah memadukan pokok imbauan protokol pemerintah dan surat edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Salah satu upaya itu, pihak sekolah menunda sejumlah acara pertukaran pelajar ke luar negeri. Menurut Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan SMP Labschool Cibubur Aqiq Muttaqin, pihaknya juga menunda acara yang mengundang keramaian, seperti konser dan pentas seni.

“Rombongan kami semestinya berangkat ke Inggris 9 Maret lalu, tapi kami sudah sepakati, menunda jadwal acara di luar kota juga luar negeri,” kata Aqiq saat dihubungi, Kamis (12/3).

Para siswa juga diberi penyuluhan mengenai coronavirus, dengan mengundang petugas medis dan dokter spesialis dari Rumah Sakit Permata Cibubur. Selain itu, kata Aqiq, ada pula pedoman cara mencuci tangan, olahraga seminggu sekali, dan menyediakan makanan bergizi untuk siswa.

Standar pengecekan kesehatan juga diterapkan menggunakan alat pengukur suhu tubuh. Bila ada warga sekolah yang suhunya di atas 37,6 derajat Celsius, dicek lebih lanjut di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

“Kami memenuhi standar pemerintah untuk UKS, yaitu menyediakan lima ruang inap. Kami wajibkan bagi yang sakit untuk memakai masker,” tutur Aqiq.

Sekolah swasta lainnya, Victory Plus di Kemang Pratama, Bekasi, Jawa Barat menerapkan empat tahap respons terhadap pandemi coronavirus. Menurut Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum Victory Plus, Agnes Budiastuti, sebelum ada protokol pihaknya sudah menyiapkan tahapan menyikapi coronavirus.

“Di tahap pertama, sebagai fungsi penyadaran, kami menginformasikan warga sekolah agar waspada terhadap coronavirus,” kata Agnes saat dihubungi, Kamis (12/3).

“Langkah ini tidak sulit karena di sini telah sejak lama membiasakan cara mencuci tangan dan etika batuk yang baik.”

Lalu, setelah diumumkan sudah ada kasus coronavirus di Indonesia awal Maret lalu, pihak sekolah menerapkan pengukuran suhu tubuh. Mereka juga menyediakan masker untuk siswa yang kurang sehat.

“Kami juga sudah membatalkan kegiatan pertemuan-pertemuan, seperti studi tur, pertemuan dengan orang tua murid, dan pertunjukan sekolah,” tuturnya.

Bahkan, Agnes menyebut, kemungkinan pihaknya akan menutup kegiatan belajar di sekolah jika yang terjangkit coronavirus di Indonesia mencapai 250 orang.

“Kami sedang siapkan sarananya bila sekolah ditutup. Kami adakan pelatihan pembelajaran secara online untuk guru-guru,” ujar Agnes.

Sekolah ini juga memerhatikan kebersihan sarana pendidikan dan setiap hari disinfektan disemprot di ruangan kelas.

Kesiapan praktik protokol kesehatan

  Petugas kesehatan mempersiapkan tempat tidur pasien ketika simulasi kesiapsiagaan di ruang isolasi di Rumah Sakit Pelindo Husada Citra (PHC), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (13/3/2020). Foto Antara/Zabur Karuru.

Tak kalah penting, pemerintah juga mengeluarkan protokol kesehatan. Salah satu poinnya, menganjurkan rumah sakit rujukan untuk menangani pasien coronavirus dirawat di ruang isolasi. Selain itu, dilakukan pula pengambilan spesimen pasien untuk pemeriksaan laboratorium.

Di Jakarta, ada delapan rumah sakit rujukan, yakni RS Sulianti Saroso, RSPAD Gatot Soebroto, RSU Persahabatan, RSUP Fatmawati, RS Bhayangkara Said Sukanto, RS Angkatan Laut Mintohardjo, RSUD Cengkareng, dan RSUD Pasar Minggu.

Direktur Medik, Keperawatan, dan Penunjang RS Sulianti Saroso, Dyani Kusumowardhani mengatakan, proses rujukan pasien dari fasilitas layanan kesehatan lain ke RS Sulianti Saroso dilakukan dengan ditanggung pemerintah. Termasuk penyediaan ambulans dengan petugas yang mengenakan alat pelindung diri lengkap.

“Pasien juga harus dipastikan bahwa ada tempat rujukannya,” katanya di RS Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Kamis (12/3).

Namun, belum semua rumah sakit rujukan memiliki sarana laboratorium yang lengkap. Pihak RS Angkatan Laut Mintohardjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat misalnya, masih menunggu penyediaan sarana laboratorium itu dari Pemprov DKI Jakarta.

Staf layanan RS Angkatan Laut Mintohardjo, Mailina Yulianti mengaku, pihaknya belum memiliki sarana dan alat kesehatan untuk mengecek seseorang sudah terjangkit coronavirus atau tidak.

“Kalau memang di kami tidak ada fasilitas penunjangnya dan dokter yang subspesialisnya, kami merujuk ke rumah sakit lain,” katanya saat dihubungi, Jumat (13/3).

Perkara pengecekan spesimen pasien, kini tak hanya dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, spesimen juga bisa dikirim ke laboratorium milik Universitas Airlangga (Unair) dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

“Sarana tambahan ini demi mendukung keberadaan Balitbangkes Kemenkes, yang selama ini menjadi satu-satunya laboratorium pemerintah untuk penanganan Covid-19,” ujar Yuri saat dihubungi, Jumat (13/3).

Di dalam protokol kesehatan juga disebutkan, “Jika Anda sehat, namun ada riwayat perjalanan 14 hari yang lalu ke negara terjangkit Covid-19 atau merasa pernah kontak dengan penderita Covid-19, hubungi hotline center corona untuk mendapat petunjuk lebih lanjut di nomor berikut: 119 ext 9.”

Ketika reporter Alinea.id menghubungi nomor itu, responsnya cepat. Seorang petugas bernama Ari Laksana menjelaskan, mereka melayani saran, pengaduan, dan informasi dari publik terkait coronavirus.

“Masyarakat bisa menyampaikan informasi bila mengalami keluhan kesehatan yang serupa dengan gejala terjangkit Covid-19, seperti demam, flu, ataupun gejala lainnya,” kata Ari saat dihubungi, Jumat (13/3).

Bagi warga yang punya indikasi terjangkit coronavirus, kata Ari, pihaknya akan segera menghubungi nomor telepon beberapa rumah sakit rujukan. Pusat panggilan itu, menurut Ari, melayani warga di seluruh Indonesia dan basis data yang terorganisir dengan 132 rumah sakit.

“Data penuturan publik yang diterima call center akan diteliti lebih lanjut oleh otoritas rumah sakit yang berwenang,” ucapnya.

Selain itu, publik akan diberikan saran tindakan lebih lanjut, terutama bila punya riwayat perjalanan dari negara yang terjangkit coronavirus. Pihaknya juga menyediakan informasi bagi publik, yang memerlukan perawatan lebih lanjut hingga pengambilan spesimen untuk diuji di laboratorium.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Foto Antara/Sigid Kurniawan.

Yang perlu mendapat perhatian

Peneliti sosiologi pendidikan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anggi Afriansyah mengkritik protokol pendidikan untuk menangani coronavirus. Menurut dia, protokol itu masih normatif, hanya sebatas imbauan.

Anggi mengatakan, selain membutuhkan standar operasional untuk bisa diterapkan dengan riil, harus ada lembaga pemerintah yang berfungsi mengawasi.

“Harus ada tekanan struktural, juga bantuan penyediaan fasilitas kebutuhan kepada sekolah dan lembaga layanan kesehatan,” kata Anggi saat dihubungi, Rabu (11/3).

Ia menuturkan, untuk menjalankan protokol pendidikan, lembaga pendidikan perlu didukung peran aparatur pemerintah di setiap daerah. Sebab, ia melihat, protokol itu cenderung hanya direspons di wilayah perkotaan.

“Informasi tentang langkah-langkah penanganan kesehatan, tindakan lebih lanjut, harus ada dan jelas. Sikap aktif pemda-pemda juga dibutuhkan mendukung pelaksanaannya,” kata Anggi.

Sejauh ini, Anggi memandang baru ada dua pemerintah daerah yang tanggap, yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sedangkan di daerah lain, kata dia, ketertinggalan harus ditutupi dengan penguatan koordinasi yang menyeluruh dari pemerintah pusat.

“Standar penerapan kesehatan di setiap sekolah berbeda-beda. Belum lagi kemampuan antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Apalagi penerapannya di daerah luar Pulau Jawa,” kata dia.

Kebutuhan sekolah yang butuh perhatian lebih dari pemerintah daerah, kata Anggi, antara lain kepastian sarana kebersihan dan alat pengukur suhu tubuh. Sarana kebersihan terkait erat dengan kelangkaan dan harga jual produk yang mahal.

Lambannya pemerintah menangani hal ini, sebut Anggi, akhirnya disikapi dengan kesadaran tinggi sekolah-sekolah untuk menerapkan pencegahan penularan coronavirus secara mandiri.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah coronavirus atau Covid-19 sebagai pandemi pada Rabu (11/3). Pertimbangannya, coronavirus telah merebak ke seluruh benua dan berbagai negara. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, untuk mencegah pandemi tersebut terjadi di negara-negara baru, maka negara harus mendeteksi, menguji, merawat, mengisolasi, dan melacak warga mereka yang terinfeksi coronavirus. Negara juga harus melakukan segala upaya untuk mencegah pandemi ini semakin meluas. Pemerintah sudah mengumumkan 5 protokol untuk penanganan Covid-19. Apa saja ? #Covid19 #coronavirus #corona #china #wuhan #indonesia #Updatecorona #korona #virus #kemenkes #kesehatan #jokowi #Coronavirusindonesia #Alineadotid

Sebuah kiriman dibagikan oleh Alinea (@alineadotid) pada

Dihubungi terpisah, dosen magister bidang kesehatan masyarakat University of Derby Dono Widiatmoko mengatakan, untuk mengurangi risiko penularan, upaya responsif dari pemerintah lebih penting.

“Namun, dalam kondisi saat ini, setiap lembaga dan orang harus punya kesadaran tinggi untuk mencegah penularan,” kata anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) itu saat dihubungi, Jumat (13/3).

Salah satu masalah dalam mempraktikkan protokol kesehatan adalah alat untuk mengetahui seseorang tertular coronavirus. Menurutnya, harga alat itu relatif mahal. Belum lagi pengujian di Indonesia masih agak tertinggal daripada luar negeri.

“Alat dan prosedur di Indonesia masih terbatas hanya untuk mendeteksi kemungkinan terjangkit,” ucapnya.

Menurut Dono, protokol kesehatan dari pemerintah cukup berguna. Namun, melihat perkembangan pandemi coronavirus yang cukup signifikan, kata dia, protokol itu banyak yang perlu diperbarui.

“Salah satunya protokol pemeriksaan yang saat ini sudah bukan hanya di Balitbangkes,” ujarnya.

Dono menjelaskan, penanganan pasien coronavirus sebenarnya sederhana karena sebagian besar penderitanya akan sembuh sendiri. Akan tetapi, bagi penderita yang berat, memerlukan layanan intensif. Semuanya perlu dirawat terpisah dari penderita penyakit lain.

“Sarana yang diperlukan adalah perawatan penyakit infeksius. Dalam kondisi tertentu, bisa saja ada alih fungsi bagian rumah sakit menjadi khusus penanganan Covid-19,” kata Dono.

Informasi mutakhir perkembangan coronavirus jenis baru atau Covid-19 di Indonesia bisa dilihat di sini.

Berita Lainnya
×
tekid