sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rapid test justru dinilai picu penularan virus

Pakar Epidemiologi UI menilai pendeteksian metode pengujian rapid test tak akurat.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Sabtu, 11 Jul 2020 13:47 WIB
Rapid test justru dinilai picu penularan virus

Mereka yang dinyatakan non-reaktif Covid-19 dari hasil pengujian sampel tes cepat atau rapid test dinilai menjadi pusat penyebaran coronavirus. Pangkalnya, rapid test dinilai tidak efektif untuk mendeteksi virus yang muncul pertama kali dari Kota Wuhan, China, itu.

Pakar epidemologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menjelaskan pendeteksian melaui metode pengujian rapid test tidak akurat. Sebab, jelas dia, hasil tersebut dapat keluar secara singkat, sedangkan antibodi sesorang yang terinfeksi virus akan terbentuk dalam kurun waktu 10 hari.

"Makanya, dalam minggu pertama hasilnya akan nonreakitf, yang nonreaktif itu membawa virus, terus menularkan," kata Pandu dalam diskusi bertajuk "Covid-19 dan Ketidaknormalan Baru," disiarkan Trijaya FM, Sabtu (11/7).

Menurutnya, penyebab membeludaknya jumlah kasus di Surabaya diakibatkan oleh orang yang mempunyai hasil non-reaktif dari metode pengujian rapid test.

"Itu yang terjadi di Surabaya, yang terjadi di kota-kota lain, dimana-mana tiba-tiba terjadi lonjakan luar biasa. Kita terlambat mendeteksi itu," papar Pandu.

Untuk itu, Pandu menyarankan agar pemeriksaan Covid-19 dapat dilakukan dengan tes akurat seperti swab test. Jika tidak, terjadinya lonjakan kasus yang cukup besar dimungkinkan akan masih terjadi.

"Tanpa itu kita akan terlambat," terang dia.

Dikatakan Pandu, seseorang yang mempunyai hasil reaktif juga tidak tentu menunjukan positif Covid-19. Pasalnya, tes cepat hanya mendeteksi antibodi. Sehingga, kata dia, perlu dilakukan pengujian kembali dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

Sponsored

"Banyak orang yang reaktif ternyata sudah tidak lagi ada virusnya, memang dia punya riwayat terdeteksi tiga minggu atau sebulan yang lalu. Sehingga apapun hasilnya itu mengacaukan upaya kita memutus rantai penularan," papar Pandu.

Diketahui, Kemenkes mendeteksi penambahan kasus Covid-19 sebanyak 1.611 orang pada Jumat (10/7). Wilayah DKI Jakarta menduduki peringkat pertama dengan jumlah 260 orang. Disusul Jawa Timur sebanyak 246 orang. Sulawesi Utara 134 kasus Sulawesi Selatan 132 kasus, Sumatera Utara 112 kasus, Jawa Barat 105 kasus, dan Jawa Tengah 100 kasus.

Jika diakumulasikan jumlah kasus coronavirus sudah mencapai 71.347 orang. Dari jumlah tersebut, 33.529 kasus telah dinyatakan sembuh, dan 3.469 orang lainnya meningga dunia.

Berita Lainnya
×
tekid