sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Resmi perpanjang PSBB, Jakarta urung terapkan new normal

DKI perlu melalui masa transisi dari sebelumnya dilakukan penerapan PSBB yang sangat ketat.

Ardiansyah Fadli
Ardiansyah Fadli Kamis, 04 Jun 2020 12:56 WIB
Resmi perpanjang PSBB, Jakarta urung terapkan new normal

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta batal menerapkan kenormalan baru (new normal) pada awal Juni 2020. Ditandai dengan kebijakan memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mulai berlaku esok (5/6) selama dua pekan.

"Maka kami di gugus tugas, di Jakarta memutuskan untuk menetapkan status PSBB di DKI Jakarta diperpanjang dan menetapkan Juni ini sebagai masa transisi," kata Gubernur DKI Anies Baswedan dalam konferensi persnya di Jakarta, Kamis (4/6). 

Anies menjelaskan alasan diperpanjangnya PSBB di Jakarta, karena DKI perlu melalui masa transisi dari sebelumnya dilakukan penerapan PSBB yang sangat ketat. Untuk itu, meski diperpanjang PSBB kali ini diberikan kelonggaran, 

"Status saat ini tetap PSBB, tetapi ini fase atau masa transisi dari sebelumnya. Dari Maret, April, Mei kami melakukan pembatasan secara masif, dan sekarang tetap PSBB menuju kondisi yang aman, sehat dan produktif," ujarnya. 

Gubernur Anies juga memaparkan kondisi DKI Jakarta cukup membaik, hal itu dengan bukti gambar berwarna hijau dan kuning. Namun dia menyebut masih terdapat sekitar 66 RW yang masih termasuk dalam zona merah di Jakarta. 

Untuk itu pihaknya akan kembali menerapkan pembatasa secara ketat khususnya terhadap 66 RW zona merah tersebut. Hal itu agar potensi penyebaran dan penularan Covid-19 dapat dikendalikan. 

"Kami akan melakukan pembatasan secara ketat di 66 RW, termasuk tetangga RW itu untuk bisa segera berubah karena mereka masih dalam status merah," ujarnya. 

"Di Jakarta Barat ada 15 RW, Jakarta Pusat 15 RW, Jakarta Selatan 3 RW, Jakarta Utara 15 RW, Jakarta Timur 15 RW, dan di Pulau Seribu ada di 2 pulau," lanjutnya. 

Sponsored

Untuk itu, selama masa PSBB fase IV ini, Gubernur Anies juga meminta agar masyarakat mematuhi ketentuan berlaku. Juga menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Diketahui, Jakarta pertama kali menerapkan PSBB selama dua pekan per 10 April 2020. Kemudian, diperpanjang hingga 28 hari mulai 24 April hingga 22 Mei. Dilanjutkan lagi dua minggu dan akan berakhir esok (Kamis, 4/6).

Dengan demikian, ibu kota urung menerapkan normal baru–upaya pemerintah mereaktivasi beberapa sektor yang sempat terhenti saat pandemi dengan dalih menyelamatkan ekonomi–pada awal Juni. Padahal, Jakarta menjadi salah satu "kelinci percobaan" tahap awal.

Selain Jakarta, pemerintah mencanangkan daerah lain menerapkan normal baru. Jawa Barat (Jabar), Sumatera Barat (Sumbar), Gorontalo, Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kampar, Pelalawan, Siak, Kota Bengkalis, Kota Palembang, Kota Prabumulih, Tangerang Raya, Kota Tegal, Malang Raya, Surabaya Raya, Kota Palangkaraya, Kota Tarakan, Kota Banjarmasin, Kota Banjar Baru, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, dan Buol.

Sebelum melaksanakannya, pemerintah menerbitkan protokol melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/328/2020, Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/Menkes/334/2020, dan SE Nomor HK.02.01/Menkes/335/2020.

Tata cara pengendalian dan pencegahan penularan Covid-19 yang disusun ditopang tiga mekanisme dasar. Sistem deteksi dasar gejala infeksi, seperti mengecek suhu tubuh dan pengawasan gejala klinis di ruang-ruang publik; sistem pengendalian perilaku protokol kesehatan dengan jaga jarak dan penggunaan masker; serta sistem sosialisasi mitigasi di seluruh arena aktivitas sosial.

Sementara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), negara-negara yang ingin menerapkan kenormalan baru harus memenuhi enam ketentuan.

Pertama, mempunyai bukti transmisi mampu dikendalikan. Kemudian, memiliki kapasitas sistem kesehatan masyarakat yang mumpuni seperti rumah sakit (RS) untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak kontak, dan mengarantina pasien Covid-19. Ketiga, risiko penularan diminalisasi, khususnya di wilayah dengan kerentanan tinggi seperti panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian. Selanjutnya, upaya pencegahan di tempat kerja ditetapkan. Kelima, risiko penularan impor dari wilayah lain dipantau dan diperhatikan dengan ketat. Terakhir, masyarakat dilibatkan untuk memberi masukan dan berpendapat dalam proses masa transisi.

Berita Lainnya
×
tekid