sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Respons Jokowi, Koalisi: Fakta TWK jadi alasan Firli singkirkan Novel cs

Pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK pernah tandatangani petisi menolak Firli Bahuri.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Senin, 17 Mei 2021 17:17 WIB
Respons Jokowi, Koalisi: Fakta TWK jadi alasan Firli singkirkan Novel cs

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyebut pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak memecat pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menegaskan fakta jika tes wawasan kebangsaan (TWK) hanya dijadikan alat oleh Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan Novel Baswesan Cs.

"Sehingga dapat dikatakan kesimpulan atau hasil tes tersebut sejak awal sudah disusun secara sistematis sebelum hasil sebenarnya resmi dikeluarkan," kata koalisi dalam keterangannya kepada Alinea.id, Senin (17/5).

Dalam pernyataannya, Jokowi mengatakan bahwa seluruh pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam TWK tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian. Selain itu, Jokowi juga menyitir pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa proses pengalihan status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara tidak boleh merugikan hak-hak pegawai.

Berangkat dari pandangan di atas, koalisi bakal menelisik lebih lanjut tentang siapa saja orang-orang yang dinyatakan TMS, dan apa alasan yang mendasari ketidaklulusan 75 pegawai KPK tersebut. "Mulai hari ini Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi akan mengeluarkan secara bertahap rahasia di balik ketidaklulusan tersebut," lanjutnya.

Koalisi menilai, sejak awal telah disampaikan bahwa TWK melanggar hukum dan bertentangan dengan etika publik. Betapa tidak, sambungnya, konsep itu tidak diatur dalam UU KPK baru dan peraturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020.

Namun, jelas koalisi, Ketua KPK Firli Bahuri tetap melanggar dengan menyelundupkan TWK dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021. "Ini mengartikan Firli Bahuri bersama dengan Pimpinan KPK lainnya telah melampaui wewenang dan bertindak di luar batasan hukum," ujarnya.

Selain itu, lanjut koalisi, publik juga mendengar selama ini bahwa alasan yang diutarakan perihal ketidaklulusan dikaitkan dengan sikap radikalisme sejumlah pegawai KPK. Hal itu sejalan dengan narasi hoaks seperti ‘Kadrun’ dan ‘Taliban’ yang selalu dialamatkan kepada Wadah Pegawai KPK.

Padahal, menurut koalisi, keberadaan WP KPK ini penting untuk menjaga implementasi Pasal 5 UU KPK perihal asas keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum. Bahkan, WP KPK selama ini telah menghidupkan nilai-nilai demokrasi dalam lembaga antirasuah itu dengan secara aktif menolak berbagai pelemahan pemberantasan korupsi.

Sponsored

"Namun, alih-alih fakta itu dicerna dan dipahami, para pendengung atau buzzer tetap bertahan dengan narasi usang dengan tuduhan yang tidak masuk akal. Padahal, salah seorang pegawai yang dikatakan TMS adalah anggota Gusdurian dan sejumlah lainnya beragama Kristen, bahkan diketahui merupakan pendiri Oikumene KPK," lanjut koalisi.

Koalisis kemudian membeberkan 4 fakta temuannya bahwa ternyata 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS pernah berurusan dengan kasus Firli Bahuri, yakni:

Pertama, pernah memeriksa pelanggaran etik Firli Bahuri tatkala yang bersangkutan diketahui bertemu dan menjalin komunikasi dengan seorang kepala daerah di Nusa Tenggara Barat. Namun, belum sampai diputus, Firli Bahuri langsung ditarik kembali ke instansi asalnya.

Kedua, pernah menandatangani petisi menolak Firli Bahuri menjadi Ketua KPK karena sejumlah permasalahan atau memiliki rekam jejak bermasalah.

Ketiga, pernah melakukan advokasi saat proses pemilihan Pimpinan KPK. Kala itu sejumlah pegawai mendesak agar Panitia Seleksi Pimpinan KPK tidak meloloskan calon Pimpinan KPK yang tidak taat melaporkan harta kekayaan (LHKPN) dan sempat melanggar kode etik, dan keempat, pernah melakukan aksi damai menolak calon pimpinan pelanggar etik.

"Berdasarkan narasi di atas terlihat jelas bahwa TWK hanya dijadikan dalih untuk menutupi motivasi kepentingan pribadi Firli Bahuri. Mesti dipahami bahwa Indonesia adalah negara hukum yang dibangun atas kepentingan rakyat, bukan segelintir orang, apalagi dengan cara-cara kotor dan melanggar etika serta akal sehat," lanjut koalisi.

Oleh karena itu, koalisi meminta agar, pertama, seluruh Pimpinan KPK mematuhi perintah Presiden Joko Widodo dengan menganulir keputusan memberhentikan 75 pegawai KPK. Kedua, Dewan Pengawas segera mengambil langkah konkret dengan memanggil, memeriksa, dan menjatuhkan pelanggaran etik berat kepada Firli Bahuri.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid