sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DPR: Revisi aturan pencalonan kepala daerah tak bisa diterapkan di Pilkada 2020

"Proses Pilkada 2020 ini sudah berjalan tahapannya. Kalau nanti kita membuka revisi, takutnya tidak kekejar."

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Rabu, 11 Des 2019 18:08 WIB
DPR: Revisi aturan pencalonan kepala daerah tak bisa diterapkan di Pilkada 2020

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan Komisi Pemilihan Umum atau KPU dapat merevisi aturan pencalonan kepala daerah, setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Hanya saja, kata dia, aturan baru tersebut tak dapat diterapkan pada Pilkada 2020 mendatang.

"Proses Pilkada 2020 ini sudah berjalan tahapannya. Kalau nanti kita membuka revisi, takutnya tidak kekejar," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/12).

Jika terjadi perubahan aturan di tengah proses pilkada yang sedang berjalan, Doli menyebut pelaksanaan Pilkada 2020 akan digelar dengan dasar hukum yang tidak jelas.

"Nanti dasar hukumnya Pilkada 2020 nanti bisa dipertanyakan," ujarnya.

Hal ini berbeda dengan penilaian pihak Indonesia Corruption Watch atau ICW, yang menilai revisi aturan pencalonan kepala daerah harus segera dilakukan. Peneliti ICW Donal Fariz mengatakan perubahan dapat dilakukan sesegera mungkin, karena tak memerlukan waktu lama. 

Menurutnya, KPU hanya perlu menambahkan frasa 'lima tahun' dalam Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU no 3 tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

ICW, bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, merupakan pemohon dalam uji materi UU Pilkada. Dengan dikabulkannya gugatan mereka, mantan terpidana tak bisa serta-merta mencalonkan diri sebagai kepala daerah begitu selesai menjalani sanksi pidana penjara. Eks terpidana harus menunggu lima tahun untuk dapat maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. 

Wakil Sekretaris Jendral PPP Achmad Baidowi mengatakan, partainya menghormati putusan MK tersebut. Bagi dia, putusan MK merupakan putusan yang final dan mengikat, sehingga semua pihak harus tunduk pada putusan tersebut.

Sponsored

"Memang begitu proses politik hukum di Indonesia. Karena kalau kita menganut sistem yang disebut dengan living law, bahwa sistem hukum itu selalu hidup sesuai dengan perkembangan zaman, inilah putusan MK itu," kata pria yang akrab disapa Awiek di DPP PPP, Jakarta Pusat, Rabu (11/12).

Awiek menegaskan, PPP selalu mendukung segala langkah untuk memberantas korupsi di Indonesia. Karena itu, Awiek merasa putusan MK tersebut tidak akan menimbulkan persoalan bagi partainya.

Ia menerangkan, PPP selalu selektif dalam memilih kader guna maju dalam setiap kontestasi politik. PPP akan meneliti kelayakan dan latar belakang setiap orang yang akan diusung dalam pileg, pilpres, maupun pilkada. 

"Sejak periode-periode kemarin yang namanya eks napi, tidak pernah sama sekali kita usung sebagai calon kepala daerah. Jadi kita coret. Pun 2020 clear, PPP tidak akan mengusung mantan napi korupsi," ucap Awiek. (Ant)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid