Sambangi KPK, Menkes bahas risiko pengadaan vaksin Covid-19
Pemerintah menggunakan dua pendekatan untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dari sejumlah produsen.

Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, kedatangannya bersama Menteri BUMN, Erick Thohir, ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membahas pengadaan dan proses vaksinasi. Pemerintah berharap komisi antirasuah ikut mengawasi prosesnya.
Budi menyampaikan, risiko dalam pengadaan dan distribusi vaksin menjadi pembahasan dalam pertemuan yang berlangsung sejak pukul 14.00 WIB itu. Menurutnya, produsen yang terbatas mengakibatkan prosedur dilakukan tidak seperti biasanya.
"Proses pengadaan yang biasa, seperti tender, bidding, open document, seperti itu, kan, susah untuk dilakukan dan negosiasi mengenai harganya juga akan sulit dilakukan karena memang sifatnya yang terbatas di seluruh dunia," ujarnya saat jumpa pers usai pertemuan, Jumat (8/1).
Sua juga membahas tentang mekanisme mendapatkan vaksin. Menurut Budi, saat ini berlaku dua cara, yakni membeli langsung kepada produsen dan skema multilateral melalui Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI).
Vaksin yang dibeli langsung dari produsen, seperti Sinovac, Novavax, dan Pfizer. "Sedangkan yang multilateral itu gratis karena melalui kerja sama internasional. Padahal, barangnya sama," jelasnya.
"Dari list yang ada di GAVI, itu Novavax dan AstraZeneca juga kita beli melalui mekanisme bilateral," sambungnya.
Budi menjelaskan, dua mekanisme tersebut ditempuh karena kekurangan vaksin. Indonesia membutuhkan 426 juta dosis untuk mengimunisasi 181 juta penduduk.
"Itu isu kedua juga yang kita bicarakan dengan KPK. Kita infokan dari depan, ini ada barang yang sama kita beli dengan mekanisme berbeda, harganya juga bisa berbeda. Itu kita bicarakan juga ke KPK prosesnya seperti apa, nanti pengadaannya seperti apa," ucapnya.
Di sisi lain, Budi turut menyampaikan risiko praktik lancung dalam distribusi. Menurutnya, vaksin yang dipastikan gratis untuk rakyat itu rawan penyelewengan.
"Kalau vaksin ini gratis, kan, bahayanya bisa diambil, yang tadinya gratis jadi dijual juga secara gelap di pasaran, dan siapa yang mendapatkannya juga itu, kan, orangnya tertentu, sudah ditentukan," ujarnya.
"Itu juga yang mesti kita bicarakan bagaimana caranya supaya tidak terjadi risiko-risiko bocornya vaksin gratis ini, sehingga bisa diperjualbelikan di pasaran," imbuhnya.
Pada kesempatan sama, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menilai, peluang terjadinya penyimpangan dalam pengadaan vaksin Covid-19 relatif kecil lantaran mudah dikontrol.
"Kalau vaksin, misalnya Sinovac, kalau di Thailand dijual berapa, sih, karena yang membeli vaksin Sinovac itu, kan, banyak negara dan berebut. Artinya, itu mudah sekali dikontrol harganya dan saya kira juga peluang terjadi penyimpangannya sangat kecil," tutupnya.

Kasak-kusuk pencopotan jabatan Ketua KPU Arief Budiman
Rabu, 20 Jan 2021 15:29 WIB
Sarang burung walet: Ironi harta karun tersembunyi
Rabu, 20 Jan 2021 14:18 WIB