sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Satu tahun periode kedua Jokowi: Tahun pandemi dan tantangan ekonomi

Riset Indonesia Indicator dengan rentang waktu 20 Oktober 2019-30 September 2020 mengumpulkan 690.317 berita mengenai Jokowi.

Hermansah
Hermansah Rabu, 21 Okt 2020 11:12 WIB
Satu tahun periode kedua Jokowi: Tahun pandemi dan tantangan ekonomi

Tahun pertama pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo bisa dibilang penuh tantangan. Penyebabnya tak lain karena pandemi Covid-19 menghadirkan situasi yang tak pernah dihadapi sebelumnya dalam tata kelola pemerintahan Indonesia. Sejumlah strategi pemerintahan Jokowi untuk menghadapi situasi itu kemudian mendapat perhatian media massa.

Menggunakan perangkat artificial intelligence, riset Indonesia Indicator dengan rentang waktu 20 Oktober 2019-30 September 2020 mengumpulkan 690.317 berita mengenai Jokowi dari 2.209 media daring nasional dan lokal serta 4.667 berita dari 351 media asing berbahasa Inggris.

Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang mengatakan, bidang ekonomi menjadi sorotan utama media di tahun pertama pada periode kedua Jokowi.

"Ini tak terlepas dari pandemi Covid-19 yang menjadi persoalan nasional dan global," kata Rustika, saat memaparkan hasil riset Indonesia Indicator, di Jakarta.

Media banyak memberitakan strategi dan kebijakan pemerintahan Jokowi untuk mengantisipasi dampak ekonomi dan ancaman resesi ekonomi akibat pandemi. Apalagi pandemi telah membuat ekonomi kuartal II dan III 2020 tumbuh minus.

"Fokus pada bidang ekonomi merupakan konsekuensi logis dari potensi resesi dan krisis ekonomi akibat pandemi, "ujarnya.

Hasil riset Indonesia Indicator mencatat, bidang ekonomi diangkat dalam 222.947 berita media daring nasional dan lokal, atau 47% pemberitaan tentang Jokowi di tahun pertama pada periode keduanya. Disusul bidang politik dan keamanan sebanyak 23% (109.101 berita), bidang sosial 22% (106.561 berita), dan bidang hukum 8% (37.085 berita).

Tingginya pemberitaan mengenai isu ekonomi hampir serupa dengan yang terjadi pada tahun pertama pada periode pertama Jokowi. Hasil riset Indonesia Indicator pada 2015 mencatat, bidang ekonomi paling banyak disorot media, yakni sebanyak 45% pemberitaan mengenai Jokowi.

"Bedanya, waktu itu isu ekonomi didorong oleh pengembangan proyek infrastruktur. Sementara sekarang, pandemi Covid-19 menjadi penggerak utama isu ekonomi," ucap Rustika.

Tahun ini, berita bidang ekonomi didominasi isu stimulus dan pemberdayaan UMKM (41.973 berita). Kemudian pertumbuhan/kontraksi ekonomi (33.315 berita), kondisi sektor pariwisata (29.018 berita), proyek infrastuktur (23.363 berita), PHK (23.010 berita), dan pemulihan ekonomi nasional (18.982 berita).

Menurut Rustika, stimulus untuk UMKM di tengah pandemi, kelanjutan proyek infrastruktur, dan upaya menggenjot sektor pariwisata di tengah tekanan pandemi cukup mendapat apresiasi dalam pemberitaan media. Stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah kepada warga terdampak pandemi juga direspons positif media.

"Stimulus ini termasuk program Kartu Prakerja, program bantuan subsidi upah, penambahan nilai Kartu Sembako, dan keringanan pembayaran tagihan listrik," kata Rustika.

Sementara catatan negatif datang dari isu melemahnya pertumbuhan ekonomi akibat pandemi, merosotnya nilai tukar rupiah, gelombang PHK di tengah pandemi, dan utang negara. Utang negara konsisten dibahas dalam pemberitaan mengenai Jokowi.

"Pengamat ekonomi kerap mengkritik Presiden Jokowi karena menambah utang baru pada masa pandemi," ujar dia.

Di bidang politik dan keamanan, perhelatan Pilkada Serentak 2020 paling banyak ditulis media (28.326 berita). Disusul omnibus law UU Cipta Kerja (16.687 berita), isu radikalisme dan terorisme (15.311 berita), reshuffle kabinet (9.649 berita), revisi UU KPK (8.059 berita), serta pembubaran lembaga dan restrukturisasi BUMN (7.139 berita).

Dalam isu pilkada serentak, ada dua topik utama yang muncul di media, yakni desakan menunda pilkada lantaran ada pandemi serta keikutsertaan anak dan menantu Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution, dalam pilkada. 

Mengenai omnibus law UU Cipta Kerja, pemerintah membangun narasi peningkatan investasi. Tetapi keberadaan UU ini mendapat kritik luas, terutama dari kelompok buruh. Beberapa poin yang menjadi sorotan adalah pengurangan hak buruh, masuknya TKA asing, dan semakin berkuasanya pemilik modal. Pada Oktober 2020, muncul gelombang unjuk rasa menolak UU itu, antara lain oleh kelompok buruh dan mahasiswa.

"Sepanjang 2020, isu omnibus law menghadirkan tekanan publik di media dan media sosial," kata Rustika.

Sementara isu radikalisme dan terorisme banyak disorot ketika muncul wacana pemulangan WNI mantan ISIS dan banyaknya kasus penyerangan terhadap ulama di berbagai daerah. Adapun isu reshuffle kabinet dikaitkan dengan kinerja sejumlah menteri yang tak maksimal. Salah satunya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, yang dianggap gagal menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.

Di bidang sosial, program bantuan sosial menjadi isu utama dalam pemberitaan media (30.960 berita). Kemudian BPJS (19.032 berita), Kartu Prakerja (16.189 berita), Program Keluarga Harapan (10.572 berita), bencana alam (8.241 berita), dan tingkat kemiskinan (6.052 berita).

Rustika mengatakan pandemi Covid-19 meningkatkan implementasi kebijakan pemerintahan Jokowi di bidang sosial. "Salah satunya berupa bantuan ekonomi sebagai bentuk jaminan sosial dari negara untuk warga yang terdampak pandemi," ujar Rustika.

Berbagai program bantuan sosial, termasuk yang berkaitan dengan penanganan Covid-19, banyak membentuk sentimen positif dalam pemberitaan media. "Publik menganggap bantuan sosial itu meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi," ucap Rustika.

Sementara isu BPJS menguat di awal tahun pertama periode kedua Jokowi ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Sejumlah pihak melontarkan protes. Belakangan, kenaikan iuran itu dibatalkan Mahkamah Agung. Adapun program Kartu Prakerja sempat memunculkan perdebatan lantaran ada dugaan konflik kepentingan staf khusus milenial Jokowi.

Di bidang hukum, kasus Novel Baswedan mendominasi pemberitaan media (6.815 berita), disusul kasus gagal bayar asuransi (5.945 berita), kerusuhan Papua (4.435 berita), kebakaran hutan dan lahan (4.386 berita), dan kasus narkoba (4.374 berita). Isu lain yang menjadi sorotan media adalah kasus Djoko Tjandra (2.769 berita) dan kasus Harun Masiku (2.406 berita).

Kasus Novel Baswedan memunculkan kritik di media lantaran pemerintahan Jokowi dianggap tak serius mengungkap kasus itu. "Penetapan tersangka hingga vonis ringan terhadap dua terdakwa dituding janggal," katanya. Sementara kasus gagal bayar asuransi, antara lain kasus AJB Bumiputera, Jiwasraya, dan Asabri, mendorong berkembangnya wacana pembubaran Otoritas Jasa Keuangan.

Isu kerusuhan Papua mencuat pascaperistiwa rasialisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Media menyoroti perusakan fasilitas umum di sejumlah kota di Papua hingga peristiwa pembunuhan warga pendatang yang menyebabkan eksodus massal. Adapun kasus Harun Masiku juga memunculkan kritik dalam pemberitaan media lantaran hingga kini Harun Masiku belum ditangkap.

Covid-19 menguasai panggung media sosial

Riset Indonesia Indicator juga mengumpulkan pembicaraan warganet mengenai Jokowi di Facebook dan Twitter dengan rentang waktu 20 Oktober 2019-30 September 2020. Pada periode itu, tercatat ada 2.897.964 unggahan dari 1.240.985 akun di Facebook dan 12.406.844 kicauan dari 2.522.575 akun di Twitter.

Rustika Herlambang, mengatakan pembicaraan mengenai Jokowi di Facebook dan Twitter fluktuatif selama satu tahun terakhir.

"Peningkatan pembicaraan tentang Presiden Jokowi terjadi pada Maret 2020 karena dipengaruhi oleh mulai merebaknya kasus Covid-19 di Indonesia," kata Rustika.

Hasil riset Indonesia Indicator mencatat, tiga isu utama mengenai Jokowi yang berkembang di Facebook dan Jokowi sama, yakni Covid-19, tuntutan Jokowi mundur, dan masalah korupsi.

Covid-19 dibicarakan dalam 767.047 unggahan di Facebook dan 1.803.438 kicauan di Twitter. Tuntutan Jokowi mundur muncul dalam 217.987 unggahan Facebook dan 331.127 kicauan Twitter. Sementara masalah korupsi diangkat dalam 119.409 unggahan Facebook dan 228.265 kicauan Twitter. Menurut Rustika, Covid-19 menjadi pembahasan utama warganet di Twitter dan Facebook sejak Maret 2020.

"Perbincangan terus meningkat hingga Mei 2020 ketika PSBB diterapkan di banyak daerah," ujar Rustika.

Pada Juni-September, isu yang diangkat warganet mulai beragam, antara lain soal pilkada serentak dan omnibus law. Khusus Twitter, kicauan warganet didominasi konteks "society" dan "hate speech".

"Artinya, kicauan warganet di Twitter banyak berisi curhat, keluhan, atau kritik terhadap Presiden Jokowi," ucap dia.

Adapun kelompok pendukung Jokowi, konsisten membela kebijakan pemerintah lewat Facebook dan Twitter.

"Meski begitu, kelompok ini tak lebih banyak dibanding kelompok yang sering mengkritik Presiden Jokowi," tutur dia.

Berita Lainnya
×
tekid