sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Selama pandemi kekerasan terhadap anak cenderung meningkat

Kekerasan terhadap anak terjadi dikarenakan adanya tekanan ekonomi yang membawa dampak psikologi, baik kepada anak maupun orang tua.

Ghalda Anisah
Ghalda Anisah Rabu, 07 Okt 2020 18:02 WIB
Selama pandemi kekerasan terhadap anak cenderung meningkat

Survei yang dilakukan oleh organisasi hak anak internasional Save The Children yang dilakukan di 46 negara menemukan banyak kekerasan yang terjadi pada anak, terutama selama pandemik coronavirus. Survei itu melibatkan 31.683 orang tua dan 13.477 anak dan responden. Survei dilakukan secara daring, wawancara telepon dan tatap muka,

Kekerasan terhadap anak terjadi dikarenakan adanya tekanan ekonomi yang membawa dampak psikologi, baik kepada anak maupun orang tua. Kemudian, setelah diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ada 80% rumah tangga kehilangan paling tidak setengah pendapatannya. Di mana angka kekerasan terhadap anak merambat naik dari 30% dan setelah satu bulan naik lagi menjadi 35%. Kemudian setelah lima bulan kemdian melonjak menjadi 62%. 

Tidak hanya itu, fakta bahwa mayoritas sekolah ditutup memengaruhi kondisi psikolosisial anak dan orang tua. Kemudian untuk anak disabilitas juga mengalami tiga kali lipat sering mengompol dan menjerit di luar kenormalan dan lebih parahnya lagi didapati anak-anak yang menikah diusia dini. 

CEO Save the Children di Indonesia Selina Sumbung menjelaskan, salah satu responden mereka, yakni seorang anak berusia 12 tahun mengatakan kawatir segera dinikahkankan akibat penutupan sekolah.

Keluarga yang kurang mampu melihat pernikahan anak sebagai salah satu pemecah masalah ekonomi agar beban keluarga berkurang. Namun, Save the Children melihat penutupan sekolah masih berupa kebijakan pemerintah yang perlu didukung untuk memperlambat laju penyebaran Covid-19.

Banyak tindakan yang secara langsung berpengaruh terhadap masa depan anak. Misalnya
76% memilih makanan murah yang kurang nilai gizinya, 52% mengurangi variasi makanan
anak dan 57% mengurangi frekuensi makan untuk menghemat pengeluaran rumah tangga.

Sementara Kepala Monitoring, Evaluation, Accountability and Learning Save the Children Indonesia Merry Saragih mengungkapkan, bahwa survei ini meliputi anak-anak dan orang dewasa dengan disabilitas, etnis minoritas, daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), anak-anak migran dan pengungsi.

"Kami berupaya untuk mendengarkan suara mereka. Mengingat anak-anak dengan profil seperti ini sering tidak terjaring survei akibat keterbatasan yang mereka miliki,” ucap dia.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid