sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sepi bunyi terompet dan letupan kembang api di malam tahun baru

Wali Kota Bogor mengimbau semua warga untuk merayakan tahun baru dengan berdoa bersama.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Selasa, 01 Jan 2019 20:02 WIB
Sepi bunyi terompet dan letupan kembang api di malam tahun baru

Memutus tradisi

Tahun baru Masehi, dalam catatan sejarah, ditetapkan berdasarkan perhitungan kalender Romawi. Dalam penerapannya, terjadi perbedaan pendapat dari para pemikir Romawi kuno. Januari, konon diambil dari nama Dewa Janus.

Orang-orang Romawi merayakan tahun baru dengan menawarkan pengorbanan kepada Janus, bertukar hadiah dengan orang lain, mendekorasi rumah dengan ranting pohon salam, dan menghadiri pesta hingga sangat berisik dan kacau. Selanjutnya, di abad Pertengahan Eropa, pemimpin umat Nasrani menjadikan 1 Januari sebagai hari pertama dalam setiap tahun.

Pada perkembangannya, perayaan tahun baru kerap diikuti dengan peniupan terompet serta menyalakan kembang api dan petasan. Jurnal Daulah Islam pada Desember 2013 menulis, terompet merupakan ciri khas bangsa Yahudi saat merayakan pesta. Sementara, di China, pesta-pesta tersebut juga diiringi dengan kembang api dan petasan.

Warga mengikuti doa dan zikir akbar tahun baru di Sempur, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/1). (Antara Foto). 

Berpijak dari sejarah dan argumentasi religius itu, larangan untuk merayakan pergantian tahun dari para pemuka agama maupun pemimpin daerah bisa dimaklumi. Meski ada sebagian orang yang merasa rugi dan berdalih kehilangan momen setahun sekali.

Lagi pula, sepanjang tahun 2018, negeri kita dilanda bencana alam. Akhirnya, perayaan pesta pora dirasa kurang pas, sebab sebagian saudara kita sedang mengalami kesusahan.

Sponsored

Meski begitu, di beberapa daerah pesta kembang api tetap terpantau. Misalnya saja di anjungan Pantai Losari, Makassar; di lapangan Puputan Badung, Denpasar; di Pantai Padang, Sumatra Barat; dan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang mengimbau masyarakat untuk tidak berlebihan dalam menyambut pergantian tahun 2018.

"Sambut Tahun Baru 2019 dengan semangat kesederhanaan, menjauhkan diri dari sikap boros, berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang untuk kepentingan yang tidak banyak manfaatnya," kata Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi, seperti dikutip dari Antara, Senin (31/9).

Zainut mengatakan, masyarakat perlu menjadikan 2019 sebagai periode menggalang solidaritas nasional untuk meringankan penderitaan korban bencana di Lombok (NTB), beberapa daerah di Sulawesi Tengah, serta pesisir Banten dan Lampung.

Daripada hanya membakar kembang api, meniup terompet, serta membuat resolusi sendiri, memang rasanya berdoa berjemaah bagi keselamatan Indonesia lebih penting dilakukan di awal tahun ini. Selamat tahun baru.

Berita Lainnya
×
tekid