sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Serba bisa BIN di panggung corona 

Di berbagai aspek penanganan Covid-19, wajah BIN terus muncul.

Kudus Purnomo Wahidin Marselinus Gual
Kudus Purnomo Wahidin | Marselinus Gual Selasa, 07 Jul 2020 06:01 WIB
Serba bisa BIN di panggung corona 

Kabar gembira datang dari Badan Intelijen Negara (BIN), pada pertengahan Juni lalu. Di tengah ketidakjelasan perburuan vaksin, BIN mengumumkan telah menemukan obat yang bisa mempercepat penyembuhan pasien Covid-19. Obat itu merupakan penemuan BIN bekerja sama dengan sejumlah lembaga. 

Menurut Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto, obat itu telah diberikan kepada sejumlah pasien Covid-19 dan terbukti manjur. Hanya dalam dua atau tiga hari, Wawan mengklaim, obat tersebut mampu menyembuhkan penyakit Covid-19. 

"Sudah diberikan kepada mereka yang terinfeksi. BIN juga bekerja sama dengan para pakar virologi, berbagai universitas dan rumah sakit rujukan serta laboratorium. Kami berupaya agar secepatnya ditemukan obat maupun vaksin," ujar Wawan kepada Alinea.id, Kamis (2/7) lalu.

Dalam berbagai kerja sama itu, Wawan menegaskan, BIN hanya bertindak sebagai penyedia peralatan yang diperlukan untuk penelitian. Proses penelitian sepenuhnya dilaksanakan oleh pakar dan peneliti dari kampus dan lembaga yang digandeng BIN. "Kami hanya menyediakan alat," kata dia. 

Penelitan terkait vaksin dan obat bukan satu-satunya aspek penanganan Covid-19 yang mengundang peran BIN. Lembaga telik sandi itu juga kini tengah rajin-rajinnya menggelar rapid test dan swab test untuk melacak penyebaran Covid-19. Ribuan tes yang digelar BIN turut berkontribusi terhadap melonjaknya jumlah pasien positif Covid-19. 

BIN juga tak segan-segan menggelontorkan dana untuk mendatangkan alat kesehatan dari luar negeri dan menyumbangkannya kepada institusi yang membutuhkan. Dalam upaya pencegahan, BIN juga aktif melacak orang-orang yang pernah berkontak dengan pasien Covid-19.

Wawan mengatakan, wabah Covid-19 memang menjadi perhatian BIN. Ia juga membantah lembaga pimpinan Budi Gunawan itu melangkahi tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur undang-undang. Menurut dia, BIN perlu turun tangan sebab ada kemungkinan Covid-19 merupakan serangan senjata biologis. 

Sponsored

"BIN punya unit nubika (nuklir, biologi, dan kimia) yang bertugas mengamankan kemungkinan terjadinya serangan nubika. Jadi, (pandemi Covid19) itu masuk tupoksi BIN," jelas Wawan. 

Soal gencarnya BIN dalam menggelar rapid test dan swab test, Wawan menegaskan tidak ada lembaga yang dilangkahi kewenangan. BIN, kata dia, turun tangan karena memang memiliki klinik yang dikhususkan untuk menangani ancaman senjata biologi.

"Masalah Covid-19 ini masuk dalam kategori ancaman senjata biologi, maka BIN harus turun tangan. Maka, kini diperbesar dengan merekrut tenaga medis baru untuk mendukung pelaksanaan rapid test dan swab (test) di berbagai zona merah dan hitam," ujar dia. 

Saat dikonfirmasi mengenai potensi tumpang tindih kewenangan dalam penanganan Covid-19, Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan menolak berkomentar. 

Tanpa merinci, Lilik mengatakan, keterlibatan BIN merupakan isu yang sensitif bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (Gugus Covid-19). "Sebaiknya langsung konfirmasi saja ke pejabat BIN," kata Lilik kepada Alinea.id

Petugas Dinas Kesehatan Kota Bogor bersiap melakukan tes diagnosa cepat (rapid test) untuk pengunjung Pasar Anyar, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). /Foto Antara

Covid-19 jadi ajang belajar? 

Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menilai wajar jika BIN ikut terlibat dalam penanganan Covid-19. Menurut dia, pandemi Covid-19 bisa dikategorikan sebagai sebuah ancaman terhadap keamanan negara. 

"Tupoksinya itu cegah dan deteksi dini ancaman. Karena Covid-19 ini sudah menjadi ancaman serius, maka BIN ini harus terjun langsung," kata Stanislaus saat berbincang dengan Alinea.id melalui sambungan telepon, Minggu (5/7).

Keterlibatan BIN dalam penanganan Covid-19, lanjut Stanislaus, sejalan dengan perubahan persepsi ancaman di bidang keamanan. Dia memaparkan perang nuklir, biologi, dan kimia bakal menjadi tren ancaman terhadap kedaulatan sebuah negara.  

"Makanya, BIN mulai sekarang mengantisipasi. Dia juga menyiapkan deputi kesehatan. Mungkin dia (BIN) mulai terjun langsung dalam penanganan Covid-19 ini supaya ke depan jika terjadi ancaman seperti ini, yang menjadi spektrumnya suatu perang, BIN sudah siap melakukan deteksi dan cegah dini," tutur Stanislaus.

Terkait rapid test masif yang digelar BIN, Stanislaus mengatakan, tidak ada yang salah dengan langkah tersebut. "Karena tuntutan Presiden semua institusi all out bergerak menangani Covid-19. Akhirnya, BIN melakukan itu dalam upaya membantu," kata dia. 

Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Christina Aryani sepakat keterlibatan BIN dalam penanganan Covid-19 tidak perlu dipersoalkan. Apalagi, apa yang dikerjakan BIN juga rutin dilaporkan ke DPR. 

Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Christina mengatakan, BIN memang punya kewenangan untuk terlibat aktif. 

"Dalam konteks BIN sebagai komponen dari Gugus Covid-19, tidak ada masalah. Kami justru mengapresiasi BIN atas upaya dan dukungan yang dilakukan dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia," kata Christina. 

Menurut Christina, pandemi Covid-19 sudah masuk dalam kategori ancaman nasional. Jika tidak ditangani dengan serius, kondisi darurat kesehatan akibat wabah tersebut bisa menjalar ke sektor ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat. "Tugas intelijen selain memprediksi masa depan, juga melakukan upaya pencegahan ancaman," imbuhnya. 

BIN rutin menggelar penyemprotan disinfektan di sejumlah wilayah di DKI Jakarta. Foto Instagram @binofficial_ri

Peran BIN dianggap berlebihan

Pendapat berbeda diungkapkan pengamat keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi. Menurut dia, peran BIN dalam penanganan wabah Covid-19 sudah melampaui kewenangannya sebagai lembaga intelijen.

"Itu (penanganan Covid-19) bukan tugas utama BIN sebagai lembaga intelijen. Yang harusnya lebih pada cegah tangkal dan deteksi dini dari ancaman keamanan negara," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Kamis (2/6).

Secara khusus, Muradi menyoroti keterlibatan aktif BIN dalam menggelar rapid test dan swab test. Menurut dia, BIN tengah mengambil alih tugas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Lembaga Eijkman. "Sebab itu wewenang mereka," tegas dia.

Muradi menyarankan agar BIN mengurangi perannya di depan layar dan fokus terhadap ancaman turunan akibat merebaknya Covid-19. Menurut dia, BIN tidak tepat jika BIN malah ikut-ikutan mencari obat Covid-19 dan mengerdilkan peran lembaga-lembaga lain. 

"Posisi BIN, ya, mestinya kembali ke khitahnya sebagai lembaga intelijen negara yang harusnya melakukan deteksi dini dan cegah tangkal terkait ancaman turunan dari itu," kata dia.

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Nurudin Lazuardi menilai wajar BIN ikut terlibat dalam menangani Covid-19. Menurut Nurudin, BIN ikut turun tangan lantaran kinerja Gugus Covid-19 dianggap bermasalah. 

"Selama institusi atau lembaga yang bertanggung jawab terhadap ancaman Covid-19 belum bisa maksimal kinerjanya, maka menjadi wajar jika BIN terlibat dalam pencegahan penyebaran penyakit tersebut, seperti salah satunya pelayanan rapid test," kata Nuruddin.

Berbeda dengan Muradi, Nurudin menganggap keterlibatan BIN dalam penanganan pandemi Covid-19 sudah sesuai tupoksi, khususnya dalam mencegah dan mendeteksi ancaman keamanan terhadap negara. "BIN terlibat hingga ancaman itu hilang," jelas dia. 

Berita Lainnya
×
tekid