sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Serikat pekerja PLN tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Abrar Ali mengingatkan, jangan sampai terjadi liberalisasi dalam tata kelola listrik di Indonesia.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 10 Jul 2020 09:20 WIB
Serikat pekerja PLN tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja terus bergulir. Penolakan dilakukan karena ada banyak permasalahan yang terdapat di dalam RUU tersebut.

Ketua Umum DPP SP PT PLN Persero, Abrar Ali menegaskan, menolak privatisasi ketenagalistrikan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Dia mengingatkan, jangan sampai terjadi liberalisasi dalam tata kelola listrik di Indonesia.

"Saya melihat RUU Cipta Kerja dalam klaster ketenagakerjaan menghilangkan fungsi legislasi DPR dalam melakukan pengawasan. Padahal, fungsi legislatif menyangkut hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat untuk memastikan pemerintah tidak seenaknya mengatur listrik," kata Abrar dalam keterangan tertulis, Jumat (10/7).

Menurut Abrar, listrik bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga pertahanan. Misalnya, dalam kasus pemadaman listrik atau blackout di Pulau Nias. Imbasnya, internet tidak berfungsi, ekonomi terhenti, hingga sistem keamanan terganggu.

"Bagaimana kalau kita terikat kontrak dengan pihak yang lain? Akan sangat berbahaya. Karena itu, kami mengingatkan kepada DPR dalam fungsinya membuat undang-undang (UU), jangan gegabah," tegas dia.

Sementara itu, Ketua Bidang Kampanye & Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arip Yogiawan mengatakan, banyak alasan berbagai elemen masyarakat sipil menolak RUU Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Pertama, Omnibus Law RUU Cipta Kerja melegitimasi investasi perusak lingkungan dan mengabaikan masyarakat adat yang lebih ramah lingkungan. Kedua, penyusunan  cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup.

Ketiga, Satgas Omnibus Law elitis dan tidak mengakomodir elemen masyarakat terdampak. Keempat, mengakibatkan  sentralisme kewenangan yang mencederai semangat reformasi. 

Sponsored

Kelima, membuka lebar celah korupsi akibat mekanisme pengawasan yang dipersempit dan penghilangan hak gugat oleh rakyat. Keenam, merampas dan menghancurkan ruang hidup rakyat.

Ketujuh, mempercepat krisis lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan, bencana ekologis (man made disaster), dan kerusakan lingkungan. Kedelapan, menerapkan perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah dibawah UMK, upah per jam, dan perluasan kerja kontrak outsourching.

Kesembilan, berpotensi sebabkan PHK massal dan memburuknya kondisi kerja, Kesepuluh, Omnibus Law RUU Cipta Kerja membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah. Kesebelas, berpotensi memiskinkan petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, anak difable hingga kelompok minoritas keyakinan, gender, dan seksual.

Terakhir, Omnibus Law RUU Cipta Kerja bisa mengkriminalisasi, merepresi, dan melegalkan kekerasan negara terhadap rakyat. Di sisi lain, negara diberikan kekebalan keistimewaan hukum kepada para pengusaha.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid