sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Setahun jadi jubir pemerintah untuk Covid, inilah cerita Reisa

Pandemi mungkin sedikit melemahkan kita, tetapi juga telah menunjukkan resiliensi dan ketangguhan kita.

Indah Nawang Wulan
Indah Nawang Wulan Selasa, 08 Jun 2021 16:35 WIB
Setahun jadi jubir pemerintah untuk Covid, inilah cerita Reisa

"Itulah sebagian dari statistik yang disenangi media. Angka-angka yang bisa berubah dalam 
semalam," ucap dia.

Namun harus juga diingat bahwa pandemi tidak hanya mempengaruhi mereka yang tertular. Mereka yang berdiam diri di rumah, rajin memakai masker dan cuci tangan pakai sabun sesuai anjuran juga tetap terdampak. 

Kesulitan ekonomi melanda keluarga Indonesia ditambah dengan tantangan psikologis baru membantu anak-anak belajar online sambil berkerja secara daring. Dengan segala keterbatasan akses ke sekolah dan perubahan pola perilaku hidup, termasuk berubahnya pola asupan gizi, anak-anak dan populasi rentan lainnya juga dihadapkan dengan risiko kesehatan lainnya di luar Covid-19.

Sebelum pandemi, banyak rumah tangga Indonesia mampu membeli cukup protein dan nutrisi  penting lainnya untuk anak-anak mereka. Namun saat para orang tua, pencari nafkah utama, harus tinggal di rumah sementara atau gajinya dipotong karena kehadiran di tempat kerja lebih sedikit, menu harian yang tersedia setiap waktu di masa lalu, tampaknya menjadi kemewahan pada saat ini.

Karena Puskesmas harus menyesuaikan jam operasional dan beban pekerjaannya, cakupan program imunisasi dasar rutin dengan tambahan asupan gizi untuk bayi baru lahir dan balita
melorot drastis. Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari. Rumah sakit pun banyak dihindari karena orang tua takut mendekati fasilitas tempat penderita Covid-19 dirawat. Banyak anak Indonesia yang tingkat kesehatannya saat ini tidak terpantau dengan baik. 

"Maka, risiko peningkatan kasus anak dengan gizi buruk, stunting dan masalah kesehatan mental akan bermunculan apabila kita biarkan," ucap dia. 

Kabar baiknya adalah orang Indonesia terbukti tangguh dalam menghadapi krisis. Mereka tidak akan membiarkan pemerintah untuk bekerja sendiri. Gotong-royong antar individu dan komunitas adalah senjata rahasia di balik upaya mengatasi pandemi di negeri ini. Seorang siswa sekolah perawat mengajukan diri sebagai anggota tim 

“Cobra” di Wisma Atlet. Seorang stand-up comic atau komedian menggunakan ponselnya untuk membuat para penontonnya tertawa terpingkal-pingkal di rumah atau fasilitas karantina pemerintah saat menjalani isolasi atau perawatan.

Sponsored

Ika Dewi Maharani, warga Surabaya, menjadi supir ambulans perempuan pertama yang mengantar pasien ke Wisma Atlet. Di Padang, Sumatera Barat, sebuah kisah luar biasa telah diceritakan tentang Dr Andani Eka Putra, kepala penelitian penyakit menular dan diagnostik Universitas Andalas. Didorong oleh mimpinya untuk melihat negara dan rakyatnya aman dari pandemi ini, dokter Andani 
menggunakan tabungan pribadinya sebesar Rp850 juta untuk membangun laboratorium 
pengujian sampel Covid-19. Dia membuka pintu labnya dan menyediakan pengujian sampel 
secara gratis.

Memasuki bulan keenam sejak program vaksinasi digulirkan, masyarakat Indonesia mengantre di pos dan sentra vaksinasi. Tidak hanya mengantre untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk mendampingi lansia, guru, dan tokoh agama divaksinasi. Mobil, bus, ojek online, dan bahkan becak, digunakan untuk mengangkut lansia menemui petugas vaksinasi. 

Beginilah cara orang Indonesia mempersonifikasikan ungkapan, “tidak ada yang aman sampai semua orang aman (no one is safe until everyone is safe).”

Masyarakat Indonesia adalah salah satu yang beruntung. Lebih dari 90 juta dosis Coronavac  dari Sinovac , AstraZeneca dari Covax dan Sinopharm telah mendarat di bandara Soekarno Hatta dan sudah disuntikkan ke lebih dari dua puluh juta orang Indonesia.

Dan kabar baiknya tidak berhenti di situ, berbagai perguruan tinggi berkomitmen mengembangkan Vaksin Merah Putih dalam rangka menguatkan kemandirian. Para ilmuwan dari Lembaga Molekuler Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjajaran kini tengah berlomba mengembangkan vaksin produksi Indonesia. 

"Pandemi mungkin sedikit melemahkan kita, tetapi juga telah menunjukkan resiliensi dan ketangguhan kita. Itulah hikmah dari serangkaian kegiatan komunikasi saya kepada publik sebagai jubir, bahwa bukan angka dan statistik yang paling penting, melainkan orang-orang, kisah ketangguhan manusia Indonesia adalah yang paling utama," ucap dia.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid