sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Simalakama HAM dalam pemberlakuan PSBB

Pemberlakukan PSBB di DKI Jakarta dan daerah-daerah lainnya harus dipastikan tidak melanggar hak asasi manusia.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Jumat, 17 Apr 2020 06:34 WIB
Simalakama HAM dalam pemberlakuan PSBB

Dengan langkah berat, Ahmad Satrio mendorong gerobak makanannya menjauh dari Taman Mencos, Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (11/4) malam itu. Pria berusia 44 tahun itu terpaksa pulang ke kontrakannya karena khawatir gerobak dagangannya dirazia polisi. 

"Pemasukan saya sudah menurun sejak Corona ini. Apalagi, selama 13 hari ke depan. Tapi, mau bagaimana lagi? Ini demi keselamatan kita semua," kata Satrio saat berbincang dengan Alinea.id

Sebelumnya, Satrio mangkal selama beberapa jam di salah satu sudut di Taman Mencos. Selain dipenuhi para pedagang, warga setempat juga sempat asyik berkerumun di taman itu. 

Namun, situasi itu tak bertahan lama. Kerumunan warga mendadak buyar saat iringan mobil patroli milik Polres Jakarta Pusat mendekat dan mengusir mereka. "Bapak, ibu tolong bubar! Pulang ke rumah masing-masing!" kata seorang petugas lewat pengeras suara. 

Sehari sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) resmi diberlakukan di Ibu Kota untuk mencegah penyebaran Covid-19. Karena itu, kerumunan warga kini dilarang. 

Status PSBB DKI Jakarta tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/239/2020 bertanggal 7 April 2020. PSBB Jakarta berlangsung selama 14 hari dan bisa diperpanjang jika dirasa diperlukan. 

Meski demikian, pembubaran warga yang berkerumun telah rutin dilakukan sebelum PSBB berlaku. Di Jakarta Utara, misalnya, polisi menangkap 20 orang dari tiga lokasi berbeda, yakni di Surya Fitness, Koja; Hotel MH Sepinggan, Tanjung Priok; dan di Jalan Kapuk Muara, Penjaringan. 

Dalam keterangan pers yang diterima Alinea.id, Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan, mereka ditangkap lantaran menolak bubar saat polisi menggelar razia pada periode 4-5 April lalu. "Kami amankan ke Polres Jakarta Utara untuk dilakukan penyelidikan," kata Budhi. 

Sponsored

Menurut Budhi, para pelaku bakal dijerat menggunakan Pasal 93 Jo Pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 218 Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP). "Ancaman hukuman paling lama 1 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 100 juta," ujarnya.

Pedagang kaki lima berjalan di dekat mural bertema pencegahaan penyebaran virus Corona atau COVID-19 di Jakarta, Rabu (1/4). /Foto Antara

Sejauh ini, personel Polri di Jakarta masih relatif persuasif dalam menindak para pelanggar PSBB dan imbauan physical distancing. Dugaan kekerasan personel terhadap warga yang melanggar kebijakan physical distancing justru lebih marak terjadi di daerah. 

Di Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, sembilan pemuda diduga dipukuli polisi karena dianggap tidak mengindahkan kebijakan physical distancing. Tiga pemuda mengalami luka parah di bagian wajah dan kepala bagian belakang karena kekerasan tersebut. 

Analis kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan kasus-kasus penyalahgunakan wewenang dalam menegakkan aturan PSBB memang lebih banyak terjadi di daerah ketimbang di Ibu Kota. 

Kepada Alinea.id, ia mencontohkan beberapa kasus intimidasi dan kekerasan dalam pembubaran kerumunan warga di Medan, Sumatera Utara. "Keberadan PSBB ini di lapangan oleh polisi sering disalahgunakan dan dimanfatkan untuk kepentingan lain. Di situ ada abuse of power," kata Trubus.

Ia menjelaskan peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang saat PSBB terbuka lebar lantaran personel Polri punya beragam payung hukum untuk menggelar penertiban secara rutin. 

Selain UU Kekarantinaan Kesehatan, Kapolri Idham Aziz telah menginstruksikan para personel Polri di pusat dan daerah aktif memantau aktivitas publik di lapangan demi mencegah penyebaran Covid-19 lewat sejumlah telegram resmi. 

Tak hanya itu, Kapolri juga telah mengeluarkan Maklumat Kapolri Mak/2/III/2020 sebagai pedoman umum personel di lapangan. "Jadi, polisi dengan adanya PSBB ini memang sangat leluasa. Karena ada payung hukumnya," jelas Trubus. 

Polisi Unit Reaksi Cepat (URC) Polres Lhokseumawe membubarkan keramaian di depan salah satu mall yang baru lounching di pusat Kota Lhokseumawe, Aceh, Jumat (27/3). /Foto Antara

Polri harus punya standar baku 

Meskipun punya payung hukum yang kuat dalam memidanakan para pelanggar PSBB, Deputi Koordinator Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Putri Kanesia berharap Polri tetap mengedepankan pendekatan persuasif. 

Terlebih, menurut Putri, tidak semua masyarakat mendapat bantuan ekonomi dari pemerintah dan tidak semua perusahaan menerapkan kebijakan kerja dari rumah selama masa pandemi. 

"Dilihat dulu kenapa dia keluar. Kalau tidak ada alasan jelas, perlu ditindaklanjuti. Tapi, imbauan jauh lebih baik ketimbang pidana hari ini," kata Putri kepada Alinea.id di Jakarta, Rabu (15/4).

Menurut Putri, pemidanaan terhadap para pelanggar sebaiknya dihindari lantaran bakalan kontradiktif dengan kebijakan physical distancing yang dikeluarkan pemerintah. Pasalnya, pemidanaan dan penangkapan pelanggar aturan PSBB bisa membuat penjara penuh. 

Padahal, pemerintah telah memulangkan ribuan narapidana untuk mencegah penularanCovid-19 di lembaga permasyarakatan. "Jadi polisi harus mengambil peran community police. Polisi komunitas. Tugasnya memberikan imbauan dan teguran," ujar Putri.

Lebih jauh, Putri meminta agar Polri membuat pedoman baku yang terperinci untuk para personel yang bertugas di lapangan. Dengan begitu, potensi terjadinya kekerasan dalam penertiban warga yang melanggar PSBB bisa dihindari. 

"Misalnya di wilayah Polda Metro Jaya kemarin, polisi menangkap orang yang berkerumun di warnet dan kafe-kafe kemudian dibawa ke kantor polisi. Walaupun akhirnya dibebaskan, penangkapan itu dilakukan. Tapi, di beberapa tempat, misalnya di Denpasar, hanya ditegur. Ini kan ada perbedaan tindakan," tutur dia. 

Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh P. Nugroho sepakat pemidanaan harus menjadi opsi terakhir. Langkah itu, kata Teguh, seyogyanya hanya ditempuh personel Polri jika pendekatan persuasif mentok. 

"Kalau terlalu membadel, baru dilakukan penegakan. Di beberapa tempat, warga keras kepala terkait PSBB. Mereka merasa tidak akan tertular, merasa daya tahan tubuhnya kuat. Dalam kondisi seperti itu, polisi dimungkinkan melakukan tindakan koersif yang terukur," kata dia.

Hingga kini, menurut Teguh, Ombudsman DKI Jakarta belum menerima laporan dari masyarakat terkait penyalahgunaan wewenang yang dilakukan polisi terkait PSBB. Meski begitu, Teguh meminta agar masyarakat aktif melapor. "Lapor dulu ke Propam, kalau tidak ada tanggapan baru lapor ke kami," ujar dia. 

Warga berjemur sekaligus berolahraga di samping rel kereta api di Andir, Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/4). /Foto Antara

Warga harus kooperatif

Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Partai Golkar Supriansa berharap warga juga aktif mematuhi larangan-larangan dalam PSBB. Dengan begitu, potensi terjadinya kekerasan dalam penertiban pelanggaran PSBB bisa diminimalisasi. 

"Karena semata-mata pemerintah melakukan pemberlakuan PSBB, pertimbangannya hanya satu, untuk keselamatan jiwa masyarakat di daerah DKI. Jadi, semua masyarakat harus bersatu untuk mendukung program pemerintah," kata Supriansa kepada Alinea.id, Senin (14/4).

Ia juga sepakat pendekatan pidana tidak tepat. "Saya kira itu lebih bagus (pendekatan humanis) dibanding dengan langsung (penindakan) seperti negara lain. Main pukullah, main apalah, dan tersangkakan. Tahanan aja (sekarang) dikasih keluar," ujar dia.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menilai penerapan PSBB di DKI Jakarta dan di beberapa daerah jauh lebih lunak ketimbang di negara lain. Meski begitu, bukan berarti warga bisa sembarangan. "Kebijakan pemerintah tentang PSBB ini akan efektif dan berhasil jika seluruh masyarakat patuh," kata Poengky.

Lebih jauh, Poengky menilai razia yang dilakukan kepolisian masih dalam tahap wajar. Ia justru mengapresiasi polisi yang bersikap profesional dan sabar dalam menghadapi warga. 

"Bayangkan, hari gini orang naik sepeda motor enggak pakai masker malah jadi diberi masker oleh polisi," katanya.

Infografik Alinea.id/Oky Diaz

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnnasHAM) Amiruddin al Rahab mengatakan polisi memang harus berani menindak tegas warga yang membandel. Namun demikian, pihaknya juga siap mengawasi potensi pelanggaran HAM dalam pemberlakuan PSBB.  

"Makanya, masyarakat juga harus mematuhi ketentuan yang ada dan mengindahkan himbauan aparat. Masyarakat juga jangan bertindak semaunya. Jika terjadi kekerasan, ya, kita proteslah. Saya rasa polisi juga tidak bertindak gegabah," ujar Amiruddin.

Sebelumnya, Komnas HAM telah mengeluarkan sepuluh rekomendasi agar pemberlakuan PSBB tetap efektif dan tidak melanggar HAM. Salah satunya ialah pemberlakukan sanksi denda atau kerja sosial bagi para pelanggar aturan. 

"Perlu aturan main dalam PSBB ini. KomnasHAM sudah kasih masukan ke Gubernur DKI. Masukan KomnasHAM bisa dipakai untuk Jawa Barat yang memberlakukan PSBB juga," kata Amiruddin. 

Berita Lainnya
×
tekid