sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sita dokumen dari KPU, KPK: Ada rangkaian ke para tersangka

KPK tidak menyita uang satu sen pun dari hasil penggeledahan.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 13 Jan 2020 23:38 WIB
Sita dokumen dari KPU, KPK: Ada rangkaian ke para tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan rumah komisioner KPU, Wahyu Setiawan, pada Senin (13/1). 

Penggeledahan ini merupakan bagian dari pengusutan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dari PDI Perjuangan.

“Informasi sementara yang kami dapatkan dari tim lapangan baru saja selesai. Ada dokumen yang penting terkait dengan rangkaian perbuatan dari para tersangka,” kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, saat ditemui di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Senin (13/1).

Fikri mengatakan, pihaknya tidak menyita uang satu sen pun dalam giat penggeledahan tersebut. Dia memastikan, pihaknya akan menelusuri dan mengonfirmasi lebih lanjut dokumen tersebut baik kepada saksi maupun tersangka dalam proses pemeriksaan di tingkat penyidikan.

"(Tujuannya) untuk membuktikan rangkaian perbuatan dari para tersangka," ucap Fikri.

Saat disinggung mengenai rencana penggeledahan kembali di Kantor DPP PDIP, dia enggan menanggapi. Menurutnya, rencana lokasi penggeledahan suatu strategi bagi tim penyidik. Namun, dia memastikan akan menyampaikan informasi jika penyidik kembali akan melakukan kegiatan penggeledahan

"Karena penggeledahan bukan upaya paksa, (tetapi) projusticia di tingkat penyidikan. Nanti kami akan infokan lebih lanjut kegiatan apa selanjutnya dari tim penyidik setelah malam ini menyelesaikan penggeledahan di dua tempat tersebut," tutur Fikri.

KPK sebelumnya gagal melakukan penggeledahan di kantor PDIP di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (8/1). Penyidik KPK dihalangi oleh petugas keamanan setempat lantaran dianggap tak memenuhi syarat administrasi melakukan penggeledahan.

Sponsored

Fikri menuturkan, pihaknya tak merasa takut jika barang bukti dihilangkan dari lokasi penggeledahan. Sebab, penyidik mempunyai target dan rencanana strategi penanganan perkara yang lebih matang.

"Sekalipun ada tempat yang tidak diberi KPK line, kemudian kemarin di DPP PDIP yang tidak jadi, tentunya kita akan melakukan pengembangan di tempat-tempat lain yang dimungkinkan akan digeladah," ujar Fikri.

Dalam perkara itu, KPK telah menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan tiga kader PDIP sebagai tersangka pada Kamis (8/1). Adapun kader partai berlambang banteng itu ialah Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku dan Saeful Bahri.

Harun diduga telah memberikan sejumlah uang kepada Wahyu untuk memuluskan rencana pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Upaya itu, dibantu oleh mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang  kader partai berlambang banteng yakni Saeful Bahri.

Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun. Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.

Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu. 

Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW. KPU memilih menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. 

Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.

Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.

Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid