sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Skor stunting di 510 daerah/kota di atas yang ditetapkan WHO

Dari 516 kabupaten/kota di Indonesia, hanya enam kabupaten/kota saja yang dikatakan tidak minim stunting.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 01 Nov 2019 16:47 WIB
Skor stunting di 510 daerah/kota di atas yang ditetapkan WHO

Komisioner bidang kesehatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty mengungkapkan, Indonesia sudah sering dikeluhkan dengan masalah stunting pada pertumbuhan tinggi anak.

Di 2018 saja, ada provinsi di Indonesia yang memiliki skor stunting mencapai 40,3%. Angka tersebut tentu bukan yang diharapkan karena jauh di atas standar yang sudah ditetapkan World Health Organization (WHO), yakni 20%.

Kondisi memperihatinkan lainnya, kata Sitti, dari 516 kabupaten/kota di Indonesia, hanya enam kabupaten/kota saja yang dikatakan tidak minim stunting atau memiliki skor yang rendah, yakni Kota Tomohon, Kota Denpasar, Kota Palembang, Klungkung, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanah Bumbu.

"Artinya, masih ada 510 kabupaten kota yang memiliki status atau predikat stunting, termasuk Jakarta," jelas dia.

Kondisi tersebut jelas bertentangan dengan regulasi yang ada, sekalipun sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kasus stunting masih saja merebak dibanyak daerah.

"Terbukti dalam penanganan stunting selama 2015, 2016, dan 2017, baru berhasil mengentaskan kasus stunting di enam kabupaten/kota," kata dia.

Dengan demikian, pihaknya mendukung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera menyelesaikan kasus tersebut. Peluang tersebut muncul lantaran Kemenkes juga menjadikan stunting menjadi isu utamanya.

Sementara Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) menyampaikan tujuh inisiatif yang harus dilakukan masyarakat dan pemerintah terkait isu stunting

Sponsored

Ketua Umum MHKI Mahesa Pranadipa, menjelaskan, tujuh inisiatif tersebut, merupakan kesepakatan dari diskusi yang sudah dilakukan stakeholder terkait, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Pada inisiatif pertama, MHKI mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan sebagai program strategis nasional.

Kedua, menggiatkan gerakan masyarakat sipil, dengan mengintensifkan dan meluaskan bentuk, jenis, skala dan model intervensi mencegah, mengatasi dan memerangi stunting dengan langkah utama perbaikan gizi pangan, imunisasi dan family planning dalam mengamankan "pangkalan" 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Ketiga, mendorong kerja sama pemerintah, swasta dan masyarakat (public, privat, and peoples partnership/P4) termasuk inovasi ragam pembiayaan dan kerjasama dan tidak terdapat pada sumber corporate social responsibility, creating share values, wakaf, bantuan, hibah dan lainnya.

Keempat, pengawasan combating stunting melalui mekanisme perlindungan anak dengan melibatkan KPAI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) sesuai Pasal 76 huruf a dan b UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kelima, pemajuan dan harmonisasi regulasi, rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah combating stunting termasuk JKN yang sensitif hak anak.

Keenam, reorientasi dan optimalisasi JKN sebagai instrumen mencegah, mengatasi dan memerangi stunting dengan langkah zero tolerance kepesertaan dan layanan anak dengan JKN tanpa diskriminasi, berkeadilan, dan berkelanjutan

Ketujuh, mengintegrasikan paradigma dan kaidah pembangunan manusia dalam kebijakan anggaran (APBN dan APBD) sebagai wujud kedaulatan rakyat pada anggaran negara/daerah, yang hambatan regulasinya mesti diterobos.

"Untuk itulah kami mengajukan omnibus law pembangunan manusia memerangi stunting guna mencapai Indonesia Emas 2045," tutup Mahesa.

Berita Lainnya
×
tekid