sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sofyan Basir penuhi panggilan pemeriksaan KPK

Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap PLTU Riau-1

Annisa Saumi
Annisa Saumi Jumat, 20 Jul 2018 10:38 WIB
Sofyan Basir penuhi panggilan pemeriksaan KPK

Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir, dijadwalkan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat (20/7). Sofyan akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembangunan PLTU Riau-1.

"Peran PLN dalam skema kerjasama di Riau-1 menjadi salah satu hal yang perlu didalami penyidik, setelah penggeledahan dilakukan di rumah dan kantor yang bersangkutan sebelumnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (20/7).

Sofyan tiba pukul 09.53 WIB di gedung KPK. Sofyan tak memberikan keterangan apapun saat ditanyai wartawan. Ia langsung masuk menuju lobby gedung KPK.

Penyidik KPK pada hari Minggu (15/7) lalu, menggeledah rumah Sofyan Basir untuk tindak lanjut penyidikan kasus suap proyek PLTU Riau-1, yang menjerat Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Saragih. Kemudian pada hari Senin (16/7) malam, penyidik KPK datang ke kantor PLN pusat menggeledah dan mencari barang bukti untuk menguatkan kasus dugaan korupsi Eni Saragih.

Dalam jumpa persnya di kantor Pusat PLN, Senin (16/7) Sofyan menjelaskan terkait kedatangan KPK. Ia menghormati proses hukum yang mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Sofyan mengaku jika dokumen yang disita oleh tim KPK bukanlah dokumen yang bersifat rahasia. "Dokumen-dokumen itu yang bisa kita buka ke publik. Kadang-kadang juga surat menyurat, ada proposal-proposal, laporan keuangan, cash flow, likuiditas, saya bawa pulang dan baca di rumah. Itu yang kemarin diperiksa KPK, dan sebagian memang yang terkait saja yang dibawa KPK," tutur Sofyan.

KPK telah menetapkan dua tersangka, masing-masing Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham BlackGold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK). Menurut KPK, Eni telah menerima uang Rp4,8 miliar dari Johannes, yang diduga merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5% atas proyek tersebut.

KPK menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, usai melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta pada Jumat (13/7). Sebanyak 13 orang ditangkap KPK, termasuk Eni dan Johannes.

Sponsored

Sekitar 11 orang lain yang ditangkap di antaranya Tahta Maharaya selaku staf dan keponakan Eni, Audrey Ratna Justianty selaku Sekretaris Johannes, M Al Khafidz selaku suami Eni, serta delapan orang lain yang terdiri dari sopir, ajudan, staf Eni, dan pegawai PT Samantaka.

Johannes Budisutrisno Kotjo tertangkap tangan menyuap Eni Maulani Saragih Rp500 juta untuk memuluskan proses penandatanganan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 2x300 Mega Watt (MW). PLTU Riau-1 ini merupakan bagian dari program listrik 35.000 MW. PLN sendiri baru menyelesaikan 32.000 MW listrik dari total 35.000 MW.

Pemberian uang sejumlah Rp500 juta tersebut merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni. Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 2,5% dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya. Total uang yang telah diberikan mencapai Rp 4,8 miliar.

Pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni pada Desember 2017 sejumlah Rp2 miliar, kemudian Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta.

KPK menyangka Eni Maulani Saragih selaku penerima suap, melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid