sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penetapan tersangka hanya oleh polisi sudah ketinggalan zaman

Salah satu hal yang disoroti soal penetapan tersangka dilakukan hanya oleh polisi, dianggap sudah ketinggalan zaman.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Senin, 01 Jul 2019 19:15 WIB
Penetapan tersangka hanya oleh polisi sudah ketinggalan zaman

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan prosedur penetapan tersangka terhadap seseorang yang dilakukan hanya oleh kepolisian sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, prosedur yang masih dianut oleh Indonesia sampai saat ini itu sudah jauh tertinggal dengan negara-negara lain.

“Di Indonesia, mekanisme penetapan tersangka mutlak dilakukan hanya oleh Polri. Padahal, pengadilan seharusnya bisa turut andil,” kata Asfinawatid di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (1/7).

Menurut dia, prosedur penetapan tersangka yang demikian sudah dilakukan di Eropa sejak tahun 1700-an. Dengan demikian, Indonesia sudah ketinggalan berabad-abad oleh negara-negara lain. Asfinawati menyebut hal ini tidak lazim. 

Selain prosedur penetapan tersangka, Asfinawati juga menyoroti ihwal penyelidikan yang dilakukan kepolisian. Alasannya, kata Asfinawati, dalam setiap penyelidikan masih banyak laporan dari masyarakat soal adanya pungli atau pemerasan, sehingga dapat mempengaruhi orang yang tengah disidik.

“Bahkan ini terjadi tidak hanya kepada orang yang menjadi tersangka, tapi kepada orang yang jadi korban. Jadi, banyak laporan kepada LBH kalau dia melapor kasus dimintai uang supaya kasusnya bisa berjalan," ungkap Asfinawati.

Selanjutnya, Asfinawati juga menyoroti masih adanya impunitas aparat. Ini menunjukkan bahwa Indonesia belum menganut persamaan di depan hukum. Misalnya, lanjut dia, jika ada kasus yang pelakunya dari kepolisian, kasus tersebut tidak akan bergerak alias mangkrak. “Kalaupun bergerak akan menjadi hukuman disiplin, bukan pidana,” ujarnya.

Karena itu, Asfinawati menegaskan, pihaknya merasa perlu menyoroti hal tersebut. Ia berharap masyarakat juga menyoroti persoalan ini. Pihaknya pun menuntut agar negara segera melakukan upaya reformasi di tubuh kepolisian secara serius dan menyentuh hal substantif.

“Reformasi ini tidak hanya dalam fungsi penegakan hukum tetapi juga fungsi-fungsi lainnya. Kita tahu polisi memegang kunci ketertiban disebutkan kasusnya,” ujarnya. 

Sponsored

Menurut Asfinawati, jika polisi masih menggunakan cara-cara lama untuk menindak kasus tindak pidana, dapat dikatakan bahwa Polri selama ini masih jalan di tempat. “Ini sama saja ketika polri masih tergabung dalam ABRI,” katanya.

Padahal, kata Asfinawati, berdasarkan TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 tahun 2000, sebagai hasil Reformasi, dan dipertegas melalui Undang-Undang (UU) nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, harusnya pemisahan Polri dan TNI dapat memberikan paradigma baru.

Dia menambahkan, paradigma aparat negara seharusnya diubah untuk menjaga berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Juga semangat perlindungan serta pengayoman terhadap masyarakat.

"Karena itu semangat spirit reformasi polisi harus disipilkan harus terjadi melalui reformasi yang substantif," kata Asfinawati.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid