Suap ekspor benur, KPK dalami pemberian mobil dan uang
Penyelisikan tersebut dilakukan penyidik KPK usai memeriksa Edhy Prabowo sebagai tersangka.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pemberian mobil mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) kepada pihak lain. Pengusutan itu terkait dugaan suap perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020.
Adapun penyelisikan tersebut dilakukan penyidik KPK usai memeriksa Edhy sebagai tersangka sekaligus saksi untuk tersangka pihak swasta Amiril Mukminin (AM), Jumat (15/1).
"Didalami keterangannya terkait dengan adanya dugaan pembelian barang. Di antaranya beberapa unit mobil oleh tersangka AM atas perintah tersangka EP untuk selanjutnya diberikan kepada pihak-pihak lain," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Sabtu (16/1).
Pada hari yang sama, penyidik komisi antikorupsi juga memeriksa Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT). Dia digali keterangannya sebagai tersangka dan saksi untuk Edhy.
"Didalami adanya dugaan pemberian sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia untuk memperlancar usaha saksi sebagai eksportir benur," jelas Ali.
KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Staf Khusus Menteri KP, yaitu Suharjito, Amiril, dan Edhy. Pengurus PT Aero Citra Kargo atau ACK Siswadi (SWD) dan Safri (SAF). Staf istri Menteri KP Ainul Faqih (AF), serta Staf Khusus Menteri KP Andreau Pribadi Misanta (APM).
Dalam kasusnya, Edhy disangka menerima Rp3,4 miliar dari beberapa perusahaan eksportir benur yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK, dan US$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Diterka uang dipergunakan untuk belanja di Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Di sisi lain, KPK menduga Safri dan Andreau juga menerima uang yang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.
Para penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi, Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Thrifting shop: Kala barang lawas jadi primadona
Selasa, 02 Mar 2021 10:01 WIB
Tentara jadi petugas pelacak kontak Covid-19: Pengabdian yang diragukan
Selasa, 02 Mar 2021 06:41 WIB