sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sudah 700 hari, apa kabar kasus Novel Baswedan?

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disiram air keras hingga bola matanya rusak. Dia harus dirawat di RS Singapura.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 13 Mar 2019 01:24 WIB
Sudah 700 hari, apa kabar kasus Novel Baswedan?

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disiram air keras hingga bola matanya rusak. Dia harus dirawat di Rumah Sakit di Singapura.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Arif Maulana mengabarkan kondisi terkini kesehatan Novel Baswedan yang sedang dirawat di Singapura.

Menurut dia, berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, kondisi mata Novel dinyatakan sudah semakin membaik.

"Sekitar pukul 17.30 WIB tadi, kondisi mata kiri beliau semakin membaik. Sedangkan mata kanan beliau yang sempat kurang baik, hari ini sudah cukup stabil," ujar Arif dalam  pernyataan pers 700 Hari Penyerangan Novel Baswedan, yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (12/3).

Sebelumnya, Penyidik KPK Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal pada 17 April 2017. Ia disiram seusai pulang menunaikan salat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Dua orang tak dikenal mengendarai sepeda motor menghampiri Novel yang sedang berjalan menuju rumah, lalu menyiramkan cairan kimia ke wajahnya.

Teror yang diterima Novel menyulut simpati, dukungan, dan solidaritas dari tokoh-tokoh nasional, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), aktivis antikorupsi, maupun masyarakat biasa.

Hingga kini, kasus Novel Baswedan belum menemui titik terang. Tim gabungan pencari fakta (TGPF) bentukan Kapolri Tito Karnavian pada 8 Januari 2019 masih belum menyampaikan hasil penyelidikannya.

Sponsored

Oleh karena itu, hari ini, mulai pukul 19.19 WIB digelar aksi simbolik 700 Hari Penyerangan Novel Baswedan di Gedung KPK Merah Putih.

Keseriusan

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa menilai kasus Novel Baswedan merupakan problematika impunitas. Menurut dia, kejahatan tanpa hukuman tersebut telah menimbulkan ancaman serius bagi Hak Azasi Manusia (HAM).

"Problem impunitas yang terjadi dalam penanganan kasus Novel Baswedan tergolong paling serius, sehingga ia akan terus menerus menjadi korban karena penundaan pengungkapan kasus yang berlarut-larut (undue delay) dari pihak kepolisian," tutur Alghiffari pada kesempatan yang sama.

Padahal, kata Alghiffari, penyidikan suatu perkara di kepolisian terdapat batas waktu seperti diatur pada pasal 31 ayat (2) Peraturan Kepala Polri (Perkap) Nomor 12 Tahun 2009 yang membatasi lama maksimum penyelesaian, yang tidak boleh lebih dari 120 hari.

Meskipun pada aturan perubahan beleid tersebut tidak dicantumkan lagi mengenai lama batas waktu, bukan berarti tidak ada batasan lagi sama sekali mengenai target penyelesaian penyidikan.

"Seperti yang dikatakan bapak Novel, bahwa kasus ini sebenarnya mudah, dan hanya membutuhkan waktu seminggu saja bisa terungkap," ujar Alghiffari.

Sudah 700 hari berlalu, sejak penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Namun, hingga saat ini belum ada hasil dari penyidikan yang dilakukan tim gabungan pencari fakta (TGPF), yang telah dibentuk Kapolri Tito Karnavian.

Menurut Alghiffari, penyebab TGFP mengulur waktu agar kasus Novel Baswedan dilupakan, adalah memang tidak terdapat kemauan untuk mengungkapkannya.

"Pelibatan pihak luar di luar kepolisian dalam TGPF, yang terpilih belum mewakili para ahli, tokoh, dan pakar yang punya keinginan tegas dalam mengungkapkan kasus tersebut. Hal ini juga mengingat tidak terdapat rencana kerja yang solid dari TGPF bentukan Polri tersebut," kata Alghiffari.

Dia tidak berharap banyak pada TGPF. Sebab, TGPF dinilai tidak independen. Menurutnya, TGPF jelas berada di bawah kepolisian. Selain itu, TGPF beranggotakan penyidik yang sebelumnya juga menangani kasus yang menimpa penyidik KPK lainnya, yang hingga kini masih dipertanyakan hasilnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid