sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Survei: suap dan gratifikasi paling banyak mengalir ke Polisi

Ada 34% responden yang menganggap wajar soal gratifikasi dan suap. Angka ini meningkat.

Rakhmad Hidayatulloh Permana
Rakhmad Hidayatulloh Permana Senin, 10 Des 2018 16:45 WIB
Survei: suap dan gratifikasi paling banyak mengalir ke Polisi

Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengeluarkan rilis survei nasional terkait persepsi Publik mengenai Korupsi di Indonesia pada 2018. Hasil survei tersebut mengungkap, masyarakat Indonesia masih menoleransi gratifikasi dan suap.

Dengan kata lain, gratifikasi dan suap meruapakan sesuatu yang lazim. Adapun intsansi kepolisian disebut paling banyak menerima suap dan gratifikasi.

Dalam survei itu tercatat ada 34% responden yang menganggap wajar adanya gratifikasi dan suap. Sementara 63% menganggap gratifikasi dan suap tidak wajar. Data survei ini dihimpun dari para responden yang berusia 19 tahun atau lebih. Jumlah sampel basis ditetapkan sebanyak 2000 responden, yang dipilih secara acak. 

Jika dibandingkan dua tahun sebelumnya, data soal gratifikasi dan suap mengalami tren peningkatan. Pada 2017 responden yang menganggap wajar adanya gratifikasi dan suap angkanya sebesar 26%. Sedangkan pada 2016 sebesar 30%. 

“Mayoritas memang tidak toleran terhadap gratifikasi, tapi ada peningkatan yang menganggap gratifikasi wajar. Masih banyak yang mengatakan wajar, ini kritik terhadap publik,” kata peneliti senior LSI Buhannuddin Muhtadi, di Hotel Akmani Jakarta Pusat (10/12). 

Selanjutnya, dari survei ini pula, kata Burhanuddin, diketahui pihak kepolisian disebut sebagai instansi yang paling banyak menerima gratifikasi dan suap  dari masyarakat sebesar 34%. Kemudian disusul dengan pengadilan 26%. Selanjutnya, petugas pemerintahan saat mengurus kelengkapan admnistratif seperti KTP dan KK yakni 17%.

Burhanuddin menduga, hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat yang menganggap pemberian uang kecil tidak dianggap sebagai korupsi. Korupsi selama ini, di mata masyarakat adalah  berkaitan dengan uang dan kekuatan besar. 

“Dalam konteks daerah atau pemberian lebih kecil, itu dianggap bukan korupsi,” ujarnya. 

Sponsored

Fenomena kewajaran adanya gratifikasi dan suap ini juga mendapat tanggapan dari Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Menurut Saut, guna menciptakan masyarakat yang tidak toleran terhadap gratifikasi dan suap, seharusnya semua tindakan sekecil apa pun ada hukumannya. 

"Misal contoh kecil, soal titip absen. Itu juga harus ada hukumannya," tutur Saut. 

Saut juga menegaskan agar nanti semua bentuk korupsi itu ada penjelasan kategorinya sampai detail. Terkait hal ini, pemerintah sudah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) perihal pengendaluan gratifikasi. Nantinya, PP inilah yang jadi penunjuk macam-macam kategori korupsi.

“Jadi, detail-detail untuk melaksanakan zero tolerance itu yang penting, korupsi as simple as that," ujar Saut. 

Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho, mengatakan ada dua PP yang akan segera dikeluarkan oleh pemerintah terkait suap dan gratifikasi. Itu antara lain PP Inspektorat dan PP pengendalian gratifikasi. 

“Mudah-mudahan semakin cepat ditandatangani. Mari kita dorong bareng-bareng," kata Yanuar. 

Berita Lainnya
×
tekid