sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tagih janji Mahfud MD ihwal pelanggaran HAM

Mahfud MD menyatakan akan menghidupkan kembali KKR sebagai upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 12 Nov 2019 17:38 WIB
Tagih janji Mahfud MD ihwal pelanggaran HAM

Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Afridal Darmi mengatakan pada 19 dan 20 November 2019 akan berlangsung rapat dengar kesaksian para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Aceh dalam medio 1976 sampai 2005.

Rapat dengar kesaksian tersebut merupakan ketiga kalinya yang diselenggarakan KKR Aceh sejak berdiri pada 2016. Untuk 19 dan 20 November, dikatakan Afridal direncakan berlangsung di Banda Aceh dengan tema yang diangkat adalah penghilangan orang.

"(Pada) 19-20 November 2019 (ada) rapat dengar kesaksian (dengan) tema penghilangan orang," kata Afridal, Jakarta, Selasa (12/11).

Menanggapi kegiatan tersebut, Deputi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Feri Kusuma berharap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dapat hadir dalam kegiatan rapat dengar kesaksian tersebut.

Menurut Feri, harapan itu muncul karena beberapa waktu lalu Mahfud MD menyatakan akan menghidupkan kembali KKR sebagai upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

"Kita mendengar ada pernyataan dari Menko Polhukam Pak Mahmud MD, yang menyatakan akan menyelesaikan, akan menghidupkan KKR itu. Kita berharap Pak Mahfud MD sebagai Menko Polhukam bisa datang ke Aceh menghadiri dengar kesaksian yang akan dilaksanakan oleh KKR pada 19-20 November," ujar dia.

Dijelaskan Feri, apabila Mahfud MD dapat hadir, maka dia bisa menjadi representasi pemerintahan hari ini dalam mendukung upaya pengungkapan kebenaran atau penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh.

Selain itu, kehadiran Mahfud MD juga dinilai sebagai bukti konkret terkait pernyataannya yang ingin menghidupkan kembali KKR dalam pengusutan kasus pelanggaran HAM.

Sponsored

"Sekarang KKR sudah hidup di Aceh, bahkan sudah berjalan, usia sudah tiga tahun. Bagaimana Pak Mahfud bisa datang ke sana, melihat langsung, ketemu dengan komisioner (KKR Aceh) dan hadir mendengar langsung bagaimana keterangan-keterangan para korban," kata dia.

Perlu diketahui, KKR Aceh adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka menindaklanjuti perjanjian damai atau Mou Helsinki tahun 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Perjanjian tersebut kemudian terintegrasi dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 17 tahun 2013 tentang KKR Aceh.

Tujuan dibentuknya lembaga tersebut untuk melakukan pengungkapan kebenaran atas pelbagai pelanggaran HAM di Aceh yang terjadi sepanjang konflik berlangsung, yaitu tahun 1976 sampai 2005.

Ribuan korban

Ketua KKR Aceh Afridal Darmi mengatakan selama dua tahun lebih sejak KKR dibentuk pada 2016, sudah berhasil mewawancarai 3.040 orang. Wawancara tersebut dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh sepanjang 1976 sampai 2005.

Berdasarkan pernyataan yang didapat dari korban, Afridal berujar bahwa pernyataan tersebut perlu didalami. Ihwal itu karena ada korban yang bercerita mengalami kasus pelanggaran HAM lebih dari satu kali.

"Misalkan, kita katakan penganiayaan, dia (korban) mengalami beberapa kali penganiayaan. Dia bisa mengalami penyiksaan, sekaligus bisa mengalami pelecehan seksual (baik) laki-laki atau perempuan, sekaligus perampasan milik, bahkan ada beberapa di antaranya yang berakhir dengan kematian," terang Afridal.

Berdasarkan itu, Afridal mengatakan akan ada reparasi atau pemulihan untuk para korban yang direkomendasikan KKR pada masa akhir kerjanya tahun 2021.

Walau demikian, ada pula bentuk pemulihan yang sifatnya mendesak dan perlu segera dilaksanakan. Ihwal itu berkaitan dengan kesejahteraan kondisi korban.

"Kalau tidak direparasi (dipulihkan) menghalangi dia (korban) dalam memberikan keterangannya. Misalnya, sakitnya terlalu berat atau kondisi kejiwaan yang terlalu parah," jelas dia.

Pemulihan, lanjut Afridal, memang perlu dilakukan mengingat KKR mendapati kenyataan bahwa ada korban-korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh yang menjalani sisa hidupnya yang jauh dari layak.

Sementara untuk kriteria yang berhak mendapatkan reparasi mendesak, berdasarkan Roknya adalah penyandang disabilitas, orang sakit, usia sangat tua, kondisi perekonomian sangat miskin, dan korban kekerasan seksual.

"Untuk melaksanakan reparasi (pemulihan) itu bisa dengan dukungan dana Pemerintah Aceh, bisa dengan dukungan APBN, atau dukungan dari pihak luar yang tidak mengikat," kata dia.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid