sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Terbukti korupsi, eks Direktur RSU Tangsel divonis 30 bulan

Hukuman tersebut jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum.

Khaerul Anwar
Khaerul Anwar Rabu, 29 Jan 2020 21:18 WIB
Terbukti korupsi, eks Direktur RSU Tangsel divonis 30 bulan

Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan (RSU Tangsel), Ida Lidia, divonis 30 bulan penjara pada Rabu (29/1). Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang menyatakannya terbukti bersalah dalam kasus pengadaan jasa keamanan Unit Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan (UPT Dinkes) senilai Rp2,8 miliar.

"Ida Lidia terbukti secara sah dan meyakinkan, bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan hukuman penjara dua tahun enam bulan dengan denda Rp50 juta subsider satu bulan," kata hakim Yusriansyah saat membacakan putusan, beberapa saat lalu.

Perbuatan lancungnya dianggap memenuhi unsur Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Pada Senin (6/1), Ida dituntut dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Yang memberatkan terdakwa, melakukan penyalahgunaan jabatan. Terbukti perbuatan tidak mendukung program pemerintah dan tidak mengakui perbuatannya," tutur Yusriansyah.

Kendati begitu, dirinya tetap terbebas dari kewajiban membayar uang pengganti kerugian. Lantaran dianggap tak menerima uang hasil rasuah.

Dalam kasus ini, tiga terdakwa lain divonis serupa. Anggota Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Tangsel, Andhy Krisnapati, Irvan Octavian, dan Ahmad Bazury, dihukum 30 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan.

Sementara Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Tangsel, Wawan, divonis empat tahun penjara. Juga membayar denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.

Sponsored

Sedangkan Direktur PT Estetika Guna Prima (EGP) selaku pelaksana proyek, Baihaqi Djasman, dijatuhi hukuman lima tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider dua bulan. Pun mesti membayar uang pengganti Rp112 juta atau harta bendanya disita.

Kasus terjadi pada Februari 2013. Saat itu, Ida selaku Sekretaris Dinkes Tangsel menghubungi Kepala Dinkes Tangsel, Dadang M. Epid, dan membahas lelang jasa keamanan.

Ida kemudian diarahkan Dadang menemui Kabid Sumber Daya Kesehatan dan Promosi Dinkes Tangsel, Mamak Jamaksari. Kala dihubungi, Mamak mengaku, masih menunggu arahan dari pimpinan. Mengingat proyek sudah ditentukan pemenanganya.

Atas perintah Dadang, Gunawan dan Mamak lalu menemui Baihaqi di Kantor Dinkes Tangsel. Kemudian, menetapkan PT EGP sebagai pemenang lelang. Keputusan diketahui Ida selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Untuk memenangkan Baihaqi, Mamak menerima dokumen perusahaan PT EGP. Berkas selanjutkan diserahkan kepada Wawan untuk diteliti.

Setelah diteliti, Wawan membuat daftar periksa (checklist) kekurangan PT EGP. Dokumen tersebut kemudian diserahkan kembali kepada Baihaqi untuk dilengkapi. Baihaqi lantas menyerahkan amplop berisi uang Rp500 ribu kepada Wawan.

Selanjutnya, saat pekerjaan dilelang, terdapat 32 perusahaan mendaftar. Perusahaan Baihaqi keluar sebagai pemenang.

Sesuai kontrak, Baihaqi mempekerjakan 116 orang sebagai satuan keamanan (satpam). Nahas, para sekuriti tak menerima hak yang sesuai. Namun, di bawah upah minimum kota (UMK) yang saat itu sebesar Rp2,3 juta.

Biaya jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), seragam, dan peralatan jaga pun bermasalah. Sehingga, menimbulkan kerugian negara Rp1,176 miliar lebih.

Berita Lainnya
×
tekid