sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tersangka KPK sejak 2015, RJ Lino belum ditahan

RJ Lino klaim telah menjawab segala pertanyaan penyidik.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 24 Jan 2020 00:24 WIB
Tersangka KPK sejak 2015, RJ Lino belum ditahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menahan eks Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC), meski pria yang akrab disapa RJ Lino itu telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2015.

Pantauan Alinea.id, Lino keluar daei ruang pemeriksaan sekitar pukul 21.50 WIB. Mengenakan kemeja batik dibalut jas. RJ Lino melenggang ke luar ruang pemeriksaan. Kepada wartawan, dia menyampaikan terima kasih lantaran telah dipanggil untuk diperiksa sejak ditetapkan sebagai tersangka.

"Saya harap proses ini bisa menjelaskan bagaimana stasus saya. Karena apa? Saya terakhir ke sini Februari 2016. Jadi, ini (sudah) empat tahun," kata Lino di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).

Saat disinggung terkait audit kerugian keuangan negara, Lino tak menggubris. Dia hanya menyampaikan dirinya telah menjawab segala pertanyaan yang dilontarkan penyidik.

Dia mengklaim, kepada penyidik bahwa Pelindo II di bawah kepemimpinannya mendapat keuntungan besar. "Saya cuman bilang satu hal ya. Saya waktu masuk Pelindo II asetnya Rp6,5 triliun. Waktu saya berhenti asetnya Rp45 triliun. (Artinya) saya bikin kaya perusahaan," katanya.

RJ Lino diduga kuat telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain dari pengadaan tiga unit QCC. Pengadaan tiga unit QCC tersebut diduga tidak sesuai dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse). Alhasil, pengadaan itu menimbulkan in-efisiensi, dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut dipaksakan.

Lino diduga kuat telah memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd. (HDHM) asal China sebagai penyedia barang.

Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB), analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara minimal US$3,625,922 atau sekitar Rp50,03 miliar.

Sponsored

Atas perbuatannya, KPK menyangkakan Lino dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid