sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

TNI/Polri aktif jadi komisaris BUMN dinilai langgar undang-undang

Sepanjang 2020 Kementerian BUMN telah mengangkat setidaknya dua prajurit TNI dan tiga perwira aktif Polri di sejumlah BUMN

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Senin, 22 Jun 2020 09:34 WIB
TNI/Polri aktif jadi komisaris BUMN dinilai langgar undang-undang

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai, pengangkatan perwira aktif TNI-Polri dalam jajaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertentangan dengan semangat reformasi sektor keamanan. Juga bertentangan dengan prinsip profesionalisme dalam pengelolaan negara dalam institusi TNI, Polri, dan BUMN.

Koalisi mencatat, sepanjang 2020 Kementerian BUMN telah mengangkat setidaknya dua prajurit TNI dan tiga perwira aktif Polri sebagai komisaris utama dan komisaris di sejumlah BUMN.

“Pengangkatan perwira aktif TNI-Polri menggambarkan keengganan (unwillingness) pemerintah dalam pelaksanaan reformasi TNI dan Polri. Justru menunjukkan suatu kemunduran reformasi TNI-Polri dan menarik-narik TNI-Polri kembali ‘berbisnis’ sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru,” ujar perwakilan koalisi sekaligus peneliti hak asasi manusia dan sektor keamanan dari Setara Institute Ikhsan Yosarie dalam keterangan tertulis, Senin (22/6).

Pengangkatan perwira TNI-Polri juga dinilai melanggar UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 47 Ayat (1) UU TNI mengamanatkan prajurit TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Kecuali, jabatan sipil prajurit aktif dalam rangka tugas perbantuan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) sebagaimana diatur Pasal 7 Ayat (2) dan (3) UU TNI.

Selain itu, jabatan sipil terkait koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotik nasional, dan Mahkamah Agung. Merujuk pada Pasal 47 Ayat (2) UU TNI, jabatan dalam BUMN tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif.

Sedangkan dalam Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, perwira Polri aktif dapat menjabat di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

“Kami memandang, pengangkatan sejumlah prajurit dan perwira aktif TNI-Polri tidak sesuai dengan peran dan fungsi TNI dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan,” tutur Ikhsan.

Itulah sebabnya koalisi menganggap reformasi TNI dan Polri mengalami stagnasi dalam hal penuntasan pelanggaran HAM masa lalu, reformasi peradilan militer, dan restrukturisasi komando teritorial. Lalu, terkait modernisasi alutsista TNI-Polri, penguatan peran lembaga pengawas kepolisian (Kompolnas), kesejahteraan prajurit TNI dan anggota Polri, dan lain-lain.

Sponsored

Koalisi menuntut pemerintah tak menggunakan pendekatan keamanan dalam penanganan konflik antara BUMN dengan mengangkat perwira aktif TNI-Polri untuk menuntaskan konflik tanah, perizinan yang tumpang tindih, dan isu sosial lainnya.

“Ini mengindikasikan akan digunakannya pendekatan keamanan dalam mengamankan kepentingan perusahaan, yang sangat potensial terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM di kemudian hari, mengingat dalam banyak kasus pembela HAM kerap kali menjadi korban dalam konflik-konflik serupa,” ucapnya.

Koalisi juga mendesak Presiden Joko Widodo segera menjalankan reformasi TNI dan Polri secara konsekuen sebagaimana amanat reformasi, Tap MPR No.VI dan VII Tahun 2000, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Koalisi turut meminta Ombudsman RI melakukan investigasi kemungkinan pelanggaran maladministrasi dalam kebijakan pengangkatan perwira aktif dalam jajaran BUMN.

Berita Lainnya
×
tekid