sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tolak omnibus law, KSPI ancam terus gelar unjuk rasa

KSPI mengklaim akan terus berunjuk rasa hingga pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dihentikan.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 29 Jul 2020 15:58 WIB
Tolak omnibus law, KSPI ancam terus gelar unjuk rasa

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR dan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. KSPI mengklaim akan terus berunjuk rasa hingga pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dihentikan.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi unjuk rasa akan digelar tiap pekan terus menerus di DPR dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. KSPI juga akan melakukan aksi unjuk rasa di 20 provinsi secara bergelombang untuk menyuarakan isu menolak omnibus law RUU Cipta Kerja dan setop PHK massal dampak Covid-19.

“Aksi ini merupakan reaksi terhadap sikap keras kepala dan tidak pedulinya DPR, khususnya Panja Baleg Pembahasan RUU Cipta Kerja dan Kemenko yang ngotot tetap membahas di saat pandemi Corona. Padahal sudah ribuan buruh yang terpapar Covid-19 dan beberapa di antaranya meninggal dunia,” ujar Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu (29/7).

KSPI juga mengancam akan melibatkan berbagai elemen serikat buruh lainnya untuk aksi unjuk rasa besar-besaran pada 14 Agustus 2020 di gedung DPR. Jumlah massa aksi pada 14 Agustus 2020 nanti diperkirakan puluhan ribu orang dari Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan mendatangkan buruh dari Sumatera dan wilayah lain di Pulau Jawa untuk menyerbu gedung DPR. Juga akan menggelar unjuk rasa serempak di 20 provinsi dengan 200 kabupaten/kota.

Jika DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja, maka gelombang massa aksi akan semakin membesar. Pasalnya, bukan hanya kaum buruh yang terlibat unjuk rasa, tetapi berbagai elemen masyarakat yang turut dirugikan.

Omnibus law RUU Cipta Kerja, memiliki permasalahan mendasar, seperti menghapus upah minimum (UMK dan UMSK). Lalu, memberlakukan upah per jam dibawah upah minimum, mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja;

Kemudian, penggunaan buruh outsourcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti, mempermudah masuknya TKA buruh kasar di Indonesia tanpa izin tertulis menteri, mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup, mudahnya PHK sewenang wenang tanpa izin pengadilan perburuhan, menghapus beberapa hak perlindungan bagi pekerja perempuan, serta hilangnya beberapa sanksi pidana untuk pengusaha ketika tidak membayar upah minimum dan hak buruh lainnya.

Sponsored
Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid