sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Trafficking berbasis siber perlu perhatian serius

Berdasarkan laporan yang diterima KPAI pada periode 2018, ada 329 kasus human trafficking anak.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Selasa, 09 Jul 2019 18:11 WIB
Trafficking berbasis siber perlu perhatian serius

Masalah human trafficking di Indonesia merupakan isu serius. Kasus-kasunya bukan hanya kian parah, tapi menggurita dalam konteks siber. Ini bukan hanya masalah pidana, melainkan kejahatan kemanusiaan.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menegaskan, agar tidak semakin meluas diperlukan beberapa perhatian. Di antaranya mensosialisasikan literasi terkait human trafficking kepada masyarakat.

"Trafficking berbasis siber telah menjadi persoalan serius dan menjadi tantangan besar bagi negara. Dalam konteks Indonesia, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi perhatian," kata Susanto dalam diskusi Bahaya Human Trafficking di Tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional dan Pemberian Anugrah Duta Anti Human Trafficking di kantor KPAI, Jl. Teuku Umar No. 10 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/7).

Yang perlu diperhatikan, kata Susanto, di antaranya literasi bagi masyarakat luas terkait pentingnya potensi perilaku trafficking, modus trafficking, dan potensi yang membuat anak terpapar trafficking.

Sosialisasi literasi sangat vital dibutuhkan masyarakat, terkhusus bagi anak-anak. Di era digital, kata Susanto, anak-anak perlu dilindungi dari banyakmya komunikasi berbasis digital yang mengarah pada perilaku tersebut.

Sebagai contoh, berdasarkan laporan yang diterima KPAI pada periode 2018, ada 329 kasus human trafficking anak. Dari kasus tersebut, 65 di antaranya sebagai korban trafficking, 93 korban prostitusi anak, 80 korban eksploitasi kekerasan seksual khusus anak (ESKA), dan 91 korban eksploitasi pekerja anak.

Sementara pada 2019, diketahui sudah ada 15 kasus. Lima di antaranya sebagi korban trafficking, satu korban prostitusi anak, lima korban ESKA, dan empat korban eksploitasi pekerja anak.

"Mayoritas menjadi korban dari siber. Berawal dari komunikasi berbasis siber melalui Facebook, melalui Twitter. Ternyata malah diperdagangkan untuk kepentingan tertentu, termasuk juga eksploitasi seksual," tegas dia.

Sponsored

Itulah sebabnya, kata Susanto, literasi merupakan kebutuhan mendasar. Semakin banyak masyarakat mendengungkan literasi terkait dengan anti human trafficking, dipercaya semuanya menjadi lebih baik.

Selain literasi, penangan kasus human trafficking patut juga disoroti pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat perlu melihat dan mengevaluasi bagaimana penanganan kasus tersebut.

"Pada tiga bulan yang lalu, KPAI mendapatkan pengaduan dari masyarakat. Alhamdulillah dalam waktu yang singkat kami menelpon kepolisian bandara yang juga terkoneksi dengan salah satu maskapai menggagalkan tindakan trafficking," papar Susanto.

Susanto menambahkan, proses rehabilitasi pada korban trafficking, khususnya anak juga perlu dievaluasi. Perkembangan anak korban trafficking merupakan masalah jangka panjang. Oleh sebab itu, pemerintah wajib mengoptimalkan rehabilitasi secara tuntas.

 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid